Translate

Jumat, 30 Desember 2016

Dream Action And Love. Setahun Hatiku Untuk Sumba Timur




Judul     : Dream Action And Love. Setahun Hatiku Untuk Sumba Timur     
Penulis  : Ali As’ari
Penerbit : Revka Petra Media
Tebal     : 304 halaman.




Buku ini adalah kumpulan berbagai pengalaman nyata yang dialami oleh seorang guru selama menjalani program Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal (SM-3T) di Kabupaten Sumba Timur,  NTT.
Berbagai kisah yang unik, lucu, dan mengharukan tersaji dengan apik dalam buku ini.
Adalah Ali, seorang guru Penjaskesrek asal Surabaya yang merasa terpanggil untuk ikut memperjuangkan pendidikan bagi anak-anak di wilayah tertinggal, anak-anak bangsa yang hidup di pedalaman Indonesia.
Ali dan beberapa rekannya di tempatkan di SMP Negri 1 Rindi. Bertempat di Desa Tanaraing, Kecamatan Rindi, Kabupaten Sumba Timur.
Dari sinilah Ali memperoleh begitu banyak kisah yang terangkum dalam salah satu episode kehidupannya.
Di daerah tempat Ali mengajar, kebanyakan siswa terbelit masalah kehadiran di sekolah. Alasan utamanya adalah jauhnya jarak dari rumah ke sekolah yang mencapai 6 – 10 km. Anak-anak itu harus menempuh perjalanan dengan berjalan kaki hingga 1 jam untuk bisa sampai di sekolah.
Alasan lainnya adalah karena diajak oleh orang tua mereka melaut, mencari rumput, atau menjaga hewan ternak.
Padahal sebenarnya, anak-anak ini terlahir dengan bakat-bakat yang beraneka ragam. Hanya saja kondisi masyarakat, pola hidup, dan keterbatasan fasilitas membuat bakat-bakat tersebut menjadi terbengkalai.
Semangat belajar tidak bisa tumbuh dan berkembang secara sempurna dalam kondisi serba terbatas. Orang tua yang seharusnya menjadi motivator, seolah tidak peduli terhadap pendidikan. Keadaan ekonomi yang mencekik membuat sekolah menjadi prioritas yang kesekian.
Namun ternyata di tengah pola pikir masyarakat yang demikian, Ali masih dapat menemukan sosok yang memiliki pemikiran luas dan terbuka tentang pendidikan. Dialah Pak Zakariah Nur. Seseorang yang pernah mendapatkan predikat Transmigran Teladan di tahun 1997. Yang memiliki keyakinan kuat bahwa sesusah-susah dan sekeras-kerasnya kehidupan, yang paling penting adalah pendidikan.
Sayangnya, saya tidak bisa mengikuti kisah Pak Zakariah Nur secara utuh karena pada bagian ini, ada satu halaman yang kosong yang terlewat dicetak. Halaman kosong tersebut berada di halaman 61.

Cerita-cerita Ali di buku ini tidak melulu tentang sekolah dan murid-muridnya. Ada banyak kisah tentang persahabatan, persaudaraan, adat istiadat setempat, hingga kisah cintanya yang dia temukan di sini.
Buku ini seakan membuka mata saya lebih lebar untuk melihat dan memahami bahwa ternyata di luar sana, masih banyak orang tua yang lebih peduli terhadap hewan ternak dari pada pendidikan anak. Betapa kondisi dan kualitas pendidikan masih terasa begitu jomplang antara kota dan pedalaman.
Oh ya, ada satu yang terasa mengganjal yaitu adanya salah ketik yang bagi saya cukup mengganggu. Yaitu di halaman 141. Ada kalimat yang berbunyi: hanya sesekali helaan nafas sangat dalam yang kudengar dari-Nya. ‘nya’ di sini bukan ditujukan untuk Tuhan, melainkan untuk seorang murid bernama Mardia. Seharusnya huruf ‘n’ nya menggunakan huruf kecil, bukan huruf besar.
Tapi secara keseluruhan, saya suka buku ini. Karena membuat saya mengenal lebih dekat mereka yang berada jauh disana, dengan berbagai keunikan dan ragam budaya serta adat istiadatnya. Dan membuat saya melihat sebuah kenyataan tentang pendidikan yang selama ini hampir luput dari perhatian saya.

4 komentar:

  1. Ini kayak zaman Bapak Ibuki dulu, kalau ke sekolah harus jalan kaki sampai berkilo2. Kasihan, ya. Sampai sekolah pasti udah capek. Meski hanya satu km.

    BalasHapus
  2. Thanks for sharing these wonderful informations, its helpful to all. PLease visit site insta stalker

    BalasHapus