Translate

Selasa, 20 Desember 2016

Bulan Terbelah Di Langit Amerika




Judul     : Bulan Terbelah Di Langit Amerika
Penulis  : Hanum Salsabiela Rais & Rangga Almahendra
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal     : 344 halaman.



Senangnyaa... akhirnya menemukan buku yang sudah saya idam-idamkan sejak lama. Sayangnya, saya hanya dapat yang cover versi film, padahal sebenarnya ingin yang versi aslinya. Yang ada gambar bulan dan patung Liberty-nya. Tapi ya sudahlah, bersyukur akhirnya dapat juga. Soalnya di kota saya, toko buku yang selengkap Gramedia masih belum ada. Ini saja harus jauh-jauh ke Gramedia Jogja dapatnya, hehe....
Buku ini mengangkat kisah peristiwa black Tuesday, 11 September 2001.
Menjelang peringatan 8 tahun tragedi 9/11, Hanum yang berprofesi sebagai reporter, ditugaskan untuk menulis ulasan di balik peristiwa itu, dengan narasumber para keluarga dari korban 9/11.
Ada Julia Collins, seorang mualaf yang harus kehilangan Ibrahim, suaminya, tepat di hari ulang tahun kedua pernikahannya. Tragedi ini membuat Julia yang seorang mualaf, sempat mempertanyakan, apakah Islam, agama yang dianutnya bersama suaminya, sekeji itu? Apakah pilihannya memeluk Islam keliru?
Dan saya mengharu biru ketika Julia mempertahankan ketetapan hatinya dalam memeluk Islam. Padahal setelah peristiwa 9/11 tersebut, sungguh tidak mudah baginya mempertahankan identitas ke-Islam-annya. Ibunda Julia bahkan meminta Julia untuk ‘bertobat’ dengan meninggalkan Islam dan kembali pada agama yang dianutnya semula.
Julia Collins, seorang mualaf yang suaminya harus tewas terenggut tragedi mengerikan yang justru diciptakan oleh saudara-saudara seimannya, harus berjuang menata ulang hati dan kehidupannya demi putri semata wayangnya bersama Ibrahim, suaminya, dan sekaligus berjuang mempertahankan keimanan dan kepercayaannya terhadap Islam, agama barunya.
Bagian yang paling menyayat hati dalam kisah Julia Collins ini adalah ketika Julia menunjukkan kepada Hanum rekaman pesan suara Ibrahim pada saat-saat menjelang kematiannya. Saat Ibrahim berusaha menyelamatkan diri bersama ribuan manusia lainnya, hingga ketika pada akhirnya Ibrahim hanya mampu bertasbih menyebut asma Allah, sampai terdengar bunyi ‘BUMMM...’ yang memekakkan telinga, dan pesan suara itu mati. Itu adalah detik-detik ketika Menara Utara WTC, tempat dimana perusahaan tempat Ibrahim bekerja bermarkas, roboh. Dan jiwa raga Ibrahim turut terhempas bersamanya. Air mata saya merembes membaca kisah Julia Collins ini.
Narasumber Hanum yang lain adalah Michael Jones. Seorang pria yang harus kehilangan istrinya karena tragedi ini. Michael Jones yang beberapa kali pernah mencoba mengakhiri hidupnya untuk menyusul istrinya, tapi rupanya Tuhan belum menghendaki kematiannya. Michael Jones yang kemudian memutuskan untuk memusuhi dan membenci Islam. Seorang pria yang merutuki kehidupannya yang hancur karena sebuah keyakinan bernama Islam, yang dia anggap menyesatkan dan memusnahkan.
Di sini Hanum merasa telah ditikam dari belakang oleh mereka yang mengaku muslim, tetapi memaknai jihad atas nama ketidak adilan dunia dengan membantai manusia lain.
Di akhir cerita ada banyak sekali kebetulan-kebetulan yang membahagiakan yang membuat saya lalu bertanya-tanya berapa persen porsi fiksi yang ada di buku ini.
 Terlepas dari apakah lebih banyak fiksi atau realita, buku ini telah mengaduk-aduk emosi saya dan membuat saya seperti terseret oleh mesin waktu menuju detik-detik runtuhnya gedung WTC. Menjelang akhir cerita, Hanum dipertemukan oleh  seseorang yang selamat dari tragedi itu, yang menceritakan bagaimana kacaunya kondisi di dalam gedung dan betapa dia harus melihat begitu banyak kematian dalam waktu beberapa jam saja.
Selesai membaca buku ini, saya masih saja mengulang kembali bagian-bagian yang berhasil membuat emosi saya teraduk-aduk.
Hanum dan Rangga menulis kisah ini dengan begitu apik dan gaya bahasa yang memukau. Tidak rugilah saya memburu buku ini jauh-jauh ke Jogja ^_^

1 komentar: