Translate

Senin, 15 Februari 2016

Kisahku Dengan Bubur Sumsum Mutiara




Sedang kangen pengen makan bubur sumsum mutiara. Di tempat saya sekarang, susah sekali mencari bubur sumsum. Ada sih, tapi jauh. Jadi nggak bisa kalau pengen sekarang terus langsung beli sekarang.
Ya bisa juga sih, tapi kan kayaknya sayang saja gitu pergi jauh-jauh Cuma buat beli bubur sumsum saja. Biasanya saya kalau sedang ada keperluan lain, baru deh mampir beli bubur sumsum.

Pikir punya pikir, kenapa nggak bikin saja? Toh bahannya mudah. Cuma tepung beras dan sagu mutiara. Di warung depan rumah juga pasti ada. Sebelumnya belum pernah bikin sih, ini yang pertama kalinya. Tapi pe-de saja hehe....
Sebenarnya setiap kali melihat bubur sumsum mutiara hati dan ingatan saya selalu melayang ke sebuah kejadian di masa silam. Kejadian biasa saja sih sebenarnya tapi bagi saya itu membentuk sebuah chemistry tersendiri antara saya dan bubur sumsum mutiara hihihi.....
Kejadiannya sekitar 5 tahun yang lalu. Ketika itu si Kakak yang masih berumur 5 tahun terserang diare. Dan selama sakit itu, Kakak berulang kali mengatakan ingin bubur sumsum. Saya janjikan jika Kakak sembuh, kami akan membeli bubur sumsum yang biasa mangkal di pasar kaget depan kompleks (kami masih tinggal di Bekasi waktu itu). Sebenarnya cukup mengherankan karena Kakak belum pernah makan bubur sumsum sebelumnya dan belum pernah pula meminta. Jadi aneh saja rasanya kalau tiba-tiba si Kakak ingin makan bubur sumsum.
Tunggu punya tunggu, diare Kakak nggak sembuh-sembuh, tubuhnya sampai lemas tak bertenaga. Ketika dibawa ke klinik, dokter bilang Kakak sudah mengalami dehidrasi dan harus dirawat di RS.
Karena hari sudah sore dan dokter merujuk ke RS yang sedikit jauh dari rumah, maka suami memutuskan untuk pulang dulu mengambil baju ganti baru setelah itu berangkat ke RS. Yang paling membuat drama saat itu adalah... HUJAN sodara-sodara... huuhuu.... bayangkan saja kami bertiga naik motor (eh, berempat ding, sama si dedek yang masih di dalam perut), Kakak sedang sakit dan lemes... dan kehujanan....
Sampai di rumah gak buang-buang waktu lagi. Langsung packing dan sempat ragu-ragu mau berangkat sekarang atau menunggu hujan reda? Tapi hujan gerimis-gerimis gitu kan justru biasanya awet ya? Jadi kami putuskan langsung berangkat saja. Takut Kakak semakin dehidrasi.
Saat saya membungkus tubuhnya dengan mantel, Kakak kembali mengatakan ingin bubur sumsum. Ih, beneran pengen nangis rasanya. Kasihan gitu lho sama Kakak, udah sakit, lemes, kehujanan, pengen bubur sumsum pula. Hihihi... melow banget ya....
Lewat pasar kaget, suasana sepi karena hujan. Banyak penjual yang libur jualan. Tak disangka-sangka, ada satu gerobak bubur sumsum yang setia bertahan. Huuhuu.. terharu deh. Langsung beli buat Kakak, dan Kakak milihnya bubur sumsum mutiara.
Sampai di rumah sakit drama lagi karena Kakak menolak diinfus. Jeritannya sampai membuat si dedek menendang begitu kuat dari dalam perut. Bilang saya lebay, tapi bener lho, saya merasa mereka berdua tuh kayak sudah punya ikatan batin gitu semenjak si dedek masih di dalam perut, hehe....
Singkat cerita, Kakak sudah berhasil diinfus. Sudah mendapat kamar. Suasana sudah mulai kondusif. Dan bagaimana dengan bubur sumsumnya? Cuma dimakan dua sendok saja. Dan katanya nggak doyan. Yah mungkin karena masih sakit jadi lidahnya nggak enak gitu kali ya.
Ya udah deh, jadinya saya yang makan bubur sumsum mutiaranya.
Oke, cukup ceritanya dan sekarang kembali ke bubur sumsum mutiara yang sedang saya buat. Bubur sumsumnya sih sesuai dengan harapan. Tapi kok bubur mutiaranya hancur ya? Tidak berbutir-butir indah bak mutiara seperti yang dijual-jual itu. Tapi hanya penampakannya saja sih yang kacau, kalau rasanya pas, sesuai selera dan keinginan saya. Teman-teman, adakah yang bisa memberikan masukan, supaya bubur mutiara bisa berbentuk bulat-bulat cantik layaknya mutiara? Tidak hancur seperti bubur mutiara saya?

Untuk resepnya saya nyontek dari blognya mbak Diah Didi di sini dan di sini.

4 komentar:

  1. ih kesukaan suamiku ini mah, dulu rajin bikin ini lagi anak-anak amsih kecil sekarang sdh malas

    BalasHapus
    Balasan
    1. kenapa malas? kan bikinnya gampang gak pake ribet :)

      Hapus
  2. Aku selalu gagal bikin bubur sunsu, terlalu kental tapi belum matang sempurna.

    BalasHapus
  3. owh? apa mungkin tepungnya kebanyakan ya mak? biasanya saya kalau untuk 100gr tepung beras pakai santannya 650 ml. kadang malah suka lebih2 dikit santannya. jadi lembut mak.

    BalasHapus