Bertemu
dengan ODGJ?
Di
masa kecil dan remaja saya, itu adalah hal yang begitu biasa. Bagaimana tidak,
rumah orang tua saya hanya berjarak beberapa meter saja dari Rumah Sakit Jiwa
(RSJ).
RSJ
di dekat rumah orang tua saya itu memiliki area yang cukup luas. Berbagai
aktifitas harian saya pun banyak yang saya lakukan di seputar area RSJ. Bermain
sepeda di sore hari atau di minggu pagi, les menari, hingga mengambil susu sapi
langganan setiap pagi.
Teman-teman
sekolah saya juga banyak yang tinggal di area perumahan karyawan di dalam
lingkup RSJ karena orang tua mereka adalah karyawan RSJ. Jadi, belajar kelompok
atau sekedar bermain di sana sudah menjadi rutinitas keseharian saya.
Takut
tidak ketika bertemu dengan ODGJ?
Ketika
masih kecil, iya. Memang takut. Saat masih duduk di TK hingga SD kelas satu
atau dua, Mbak yang dulu mengasuh saya sering menakut-nakuti saya dengan
kalimat: ‘Awas, ono wong edan’ (awas,
ada orang gila) setiap kali saya nakal. Di seusia itu tentu otak saya segera menangkap
kesan bahwa ODGJ itu menakutkan dan berbahaya. Tapi seiring pertumbuhan usia,
di mana saya mulai lebih banyak beraktifitas bersama teman-teman, saya semakin
paham bahwa tidak semua ODGJ itu berbahaya. Beberapa ODGJ yang sudah mendekati
normal dan tenang dibiarkan berjalan-jalan di seputar RSJ bahkan kadang ada
juga yang kebablasan sampai keluar
wilayah RSJ. Mereka memakai baju seragam pasien supaya masyarakat mengenali dan
tetap waspada. Ketika itu baju seragam mereka bermotif batik, kalau tidak salah
perpaduan antara warna hijau dan coklat, dan celana pendek atau rok berwarna
coklat (mungkin sekarang seragam mereka sudah berbeda). Jadi kalau bertemu
dengan orang memakai baju seperti itu, kami langsung tahu bahwa dia adalah
pasien RSJ. Terbiasa bertemu mereka di jalan membuat perasaan saya biasa-biasa
saja, tidak ada perasaan takut, cemas, dan sebagainya. Paling hanya tersenyum
dalam hati ketika melihat mereka tertawa atau berbicara sendiri.
Apakah
selalu mulus-mulus saja hidup berdampingan dengan ODGJ? Hehehe... tentu tidak.
Ada beberapa kali kejadian, ODGJ yang sebetulnya belum boleh dilepas sendirian
tiba-tiba saja lepas dari pengawasan dan kabur. Kejadian yang paling
mendebarkan terjadi di suatu minggu pagi ketika saya sedang bersantai di kamar
yang terletak di lantai dua.
Ketika
itu saya sedang tidur-tiduran sambil... apa ya..? mungkin membaca buku atau
mendengarkan musik, atau mungkin keduanya. Ketika tiba-tiba ada suara-suara
gaduh dari luar. Saya segera keluar kamar bermaksud menuju teras untuk melihat
ke bawah apa yang terjadi.
Deg.
Jantung saya seperti berhenti berdetak melihat seseorang dengan seragam pasien
RSJ berdiri di teras. Diam, hanya memandang saya. Mungkin dia memanjat melalui
pagar kebun tetangga yang memang dibuat tinggi hingga hampir menyamai teras di
lantai atas rumah saya.
Melihat
orang dengan seragam pasien RSJ ketika sedang berada di jalan sungguh berbeda
rasanya ketika melihatnya di teras rumah saya. Di lantai atas pula. Kali ini
saya tidak menganggapnya biasa-biasa saja. Saya ketakutan. Sangat ketakutan.
Segera saya berbalik dan berlari menuju tangga, bertepatan ketika sudut mata
saya melihat dua orang pria berseragam perawat memanjat ke teras.
Dari
penjelasan perawat, ODGJ tersebut memang belum diperbolehkan untuk keluar dari
ruang perawatannya karena dianggap masih belum bisa berbaur sepenuhnya dengan
masyarakat, tapi entah bagaimana tiba-tiba saja dia lepas dari pengawasan dan
kabur. Ketika dikejar dia justru berlari ke luar area RSJ hingga akhirnya
memanjat ke lantai atas rumah saya. Saya hanya bisa bergidik membayangkan apa
yang ada di dalam pikiran ODGJ itu ketika melihat saya. Apa yang mungkin di
lakukannya? Memukul? Atau mengamuk...? entahlah, yang pasti saya sangat
bersyukur karena dia hanya diam saja dan hanya menatap saya.
Kejadian
tak terduga dengan ODGJ juga pernah dialami oleh bapak saya. Ketika itu sekitar
pukul 5 pagi, Bapak baru saja mengambil susu sapi langganan dan mengendarai
motornya perlahan-lahan menikmati segarnya udara pagi. Tak di duga-duga, ada
seorang wanita berseragam pasien tiba-tiba saja sudah berada di belakang motor
Bapak sambil melambai-lambai dan berteriak-teriak: “Mas... tunggu aku... tunggu
aku Mas....” Sontak Bapak segera memacu motornya, lenyap sudah keinginan untuk
menikmati segarnya udara pagi. Dan kami yang di rumah justru terpingkal-pingkal
ketika mendengarkan Bapak bercerita, membayangkan adegan ketika Bapak
dikejar-kejar oleh ODGJ wanita.
Sekarang
saya sudah menikah dan pindah. Beberapa kali ketika mudik saya lihat RSJ itu semakin
bagus dan megah saja. Kadang masih suka tersenyum-senyum sendiri mengenang
masa-masa kecil dan remaja yang pernah saya habiskan di sana, termasuk beberapa
interaksi saya dengan ODGJ. Kalau temans, adakah pengalamannya dengan ODGJ?
Tulisan ini diikutkan dalam Giveaway Aku dan Orang dengan
Gangguan Jiwa (ODGJ) yang diselenggarakan oleh Liza Fathia dan Si Tunis
Tadi sebelum baca tulisannya sempat mikir....apa sih odgj? Tfs ya mb rita :)
BalasHapusAduuuh, kejadian bertemu ODGJ yang dialami bapak emang bikin pendengarnya tertawa, padahal yang ngalami jantungnya pasti mau copot, hikss
BalasHapuslha, kenapa lari ya si bapak? mungkin saja pasien itu cuma mau numpang nanya :)
BalasHapusluar biasa tulisannya.
BalasHapuscicin model terbaru