Translate

Selasa, 20 September 2016

Bersahabat Dengan Dunia



Di kelas Raki, ada seorang anak yang terkenal sangat pandai baik di bidang akademik maupun non akademik.
Berulangkali dia mewakili sekolah dalam berbagai kejuaraan lari dan bulutangkis. Dalam setiap acara yang diadakan oleh sekolah, kepala sekolah selalu menyebut namanya sebagai salah satu siswa yang telah mengharumkan nama sekolah.

Di bidang akademik pun prestasinya cukup membanggakan, karena tidak pernah bergeser dari peringkat 3 besar.
Iri? Sebagai manusia normal, tentu saya pernah merasa kagum sekaligus iri, terutama pada orang tuanya. Ya orang tua mana sih yang tidak bangga memiliki anak dengan segudang prestasi, dan dielu-elukan di sekolah?
Itulah sebabnya saya sempat terheran-heran ketika beberapa kali berkesempatan mengobrol dengan ibu dari anak tersebut (sebut saja namanya A ya). Menurut ibunya, A ini sempat beberapa kali mengungkapkan keinginannya untuk pindah dari sekolah. A merasa tidak betah di sekolah yang sekarang karena merasa teman-temannya tidak menyukainya, dan sering berselisih paham dengannya.
Saya langsung kepo tingkat tinggi, hehe....
Saya lalu bertanya pada Raki tentang keseharian A di sekolah, dan jawaban Raki membuat saya manggut-manggut memahami kenapa A merasa tidak nyaman di tengah teman-temannya sendiri.
Menurut Raki, A ini terkenal galak di sekolah. Banyak teman-teman yang sering dibentak-bentak dan diajak ‘adu ngotot’ olehnya. Raki pun pernah dibilang ‘stupid’ olehnya karena tidak pintar matematika.
Menurut teman-teman yang dulu satu TK dengannya, A memang sudah begitu semenjak masih duduk di bangku TK.
Hmm... saya jadi paham kenapa A merasa tidak betah di sekolahnya sendiri, di tengah teman-temannya sendiri.
Di sinilah saya merasa masih harus banyak belajar tentang bagaimana mendidik anak dalam menjalani kehidupannya.
Selama ini saya jumpalitan mengusahakan agar nilai matematika Raki bisa terdongkrak semata-mata hanya karena saya malu ketika bertemu dengan guru atau wali murid yang lain. Saya lupa bahwa Raki merasa tertekan ketika belajar matematika, lupa bahwa Raki sesungguhnya tidak menyukai matematika.
Dan saya lupa bahwa Raki tidak suka jika dibanding-bandingkan dengan A. Ya saya lupa. Karena saya begitu mengidolakan A, sampai saya tahu bahwa ternyata A sendiri justru tidak bahagia berada di sekolah yang sudah dia harumkan namanya.
Lalu saya berfikir, seandainya Raki menjadi pintar di bidang matematika, apakah dia akan bahagia? Dan saya jawab sendiri: bisa ya, bisa tidak.
Dan langsung merasa bahwa saya punya sebuah PR besar untuk bisa membentuk karakter anak-anak supaya mereka merasa nyaman dan bahagia di mana saja. Supaya mereka bisa bersahabat dengan dunia, tempat yang saat ini ditinggalinya.
Rasanya PR ini jauh lebih rumit dari pada sekedar membuat Raki pintar matematika (lol).
Jadi, saya mulai berfikir. Membuat corat coretan.... dan menemukan sebuah rumusan (((RUMUSAN))) ala saya.
Berhubung saya ini bukan pakar parenting, maka sambil belajar sana-sini, untuk sekarang ini saya hanya menerapkan hal-hal yang terlintas di kepala saja:
1.  Menanamkan nilai-nilai agama sekuat dan sedalam yang saya bisa. Karena menurut saya, agama adalah pondasi. Dengan dasar agama yang baik, harapan saya adalah anak-anak saya akan selalu berada di jalur yang seharusnya.
2.  Membentuk akhlak, sikap, dan perilaku yang baik di tengah masyarakat. Ini tentu semata-mata adalah untuk menjaga hubungan baik dengan orang-orang di sekitar mereka. Saya berusaha mengajarkan bagaimana cara bersikap dan bertutur kata terutama kepada orang-orang yang lebih tua, juga melatih mereka untuk bisa menyaring dan menyeleksi kata-kata agar tidak menyakiti lawan bicara.
3.  Menanamkan rasa kasih dan cinta kepada orang-orang di sekelilingnya. Harapan saya, kasih sayang yang mereka tebarkan akan berbalik mengelilingi mereka dan membuat mereka merasa nyaman dan betah di manapun mereka berada.
4.  Mengajarkan kepada mereka untuk bisa memahami dan menerima setiap perbedaan karena Tuhan menciptakan manusia dengan segala perbedaan. Bagi saya ini sangat penting karena saya pernah melihat seseorang yang saya kenal yang selalu sewot, jengkel, dan tidak senang ketika ada orang lain yang memiliki pendapat, pemikiran, atau sifat yang sedikit nyeleneh dan berbeda. Saya melihat orang ini menjadi tidak bahagia karena ketika dia menoleh ke kanan dan melihat orang yang memiliki pemikiran dan pandangan yang berbeda dengan dirinya, dia menjadi kesal dan gusar. Sementara ketika menoleh ke kiri, ada orang yang dianggapnya nyeleneh dia juga merasa jengkel dan tidak senang. Mungkin mirip-mirip dengan karakter tokoh H Muhidin yang di tivi itu ya...... nah, tentu saya tidak mau anak-anak saya menjadi seperti itu. Jadi menerima perbedaan termasuk hal wajib yang harus bisa dilakukan oleh anak-anak saya.
5.  Errrr.... apa lagi ya...? (LOL). Tentu masih banyak hal yang harus diajarkan supaya anak-anak bertumbuh menjadi manusia yang bahagia dan berkualitas. Tapi yang terbersit di kepala saya baru itu. Tolong tambahkan jika masih banyak yang perlu ditambahkan ya temans ^_^
Sebagai manusia biasa, terkadang semangat kan suka naik turun ya.... jadi memang butuh komitmen yang tinggi untuk bisa konsisten menanamkan poin-poin di atas supaya tertanam cukup dalam di jiwa anak-anak seperti yang saya harapkan.
Temans, mohon dukungan semangatnya ya ^_^

8 komentar:

  1. Aku selalu percaya kalau si dhenok punya kemampuan di bidang lain kalau tak menonjol di akademik. Atau Thole memiliki kelebihan yang harus kudukung daripada sibuk membicarakan kekurangannya.
    Semangat mbak rita

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mbak... kadang masih suka terlupa bahwa kecerdasan itu tdk melulu di akademik. habis lingkungan sekitar menekan seperti itu. saya kadang jadi suka tertekan yg ujung2nya malah jadi menekan anak. tp sekarang yg berusaha sekuat tenaga agar mereka2 memahami bahwa pintar itu tdk melulu dilihat dari ranking dan nilai raport

      Hapus
  2. Setiap anak memang istimewa ya mba..punya cara masing-masing memahami apa yang ada di sekitarnya..rumusannya mantap, noted mba..

    BalasHapus
  3. Setiap anak memang istimewa ya mba..punya cara masing-masing memahami apa yang ada di sekitarnya..rumusannya mantap, noted mba..

    BalasHapus
  4. Kita sebagai orangtua memang perlu banyak belajar ya mbak >.< PR besar buat aku nih

    BalasHapus
  5. dan nomor 1-4 itu ternyata susah mba :( perlu konsistensi dari orang tua, makasi remindernya

    BalasHapus
  6. Semoga anaknya tumbuh seperti yang diajarkan ortunya mbak :)

    BalasHapus
  7. hukum nomer 1, jangan pernah membandingkan anak kita dengan anak lainnya mba, bahaya yakin deh. apalagi kalau di bandingkan dengan yang lebih pandai aduhh betapa anak kita akan merasa tidak di hargai. kalo saya tidak terlalu ngotot anak harus ranking atau pinter di sekolah, yang penting dia enjoy dan menikmati harinya bersama teman-teman di sekolah ^^

    BalasHapus