Translate

Selasa, 06 Agustus 2019

Panggilan Dari Masa Lalu (4)


gambar dari Pixabay

Part sebelumnya di sini

“Bu Rani lebih baik ke rumah saya dulu ya? kalau sudah merasa lebih baik nanti baru pulang... mau kan?”  Bu Ambar merasa khawatir melihat kondisi Rani yang masih gemetar, berkeringat, dan terus saja menangis ketakutan.

Rani mengiyakan. Tak sanggup rasanya mengendarai motor hingga 45 menit ke depan menuju rumah. Seluruh tubuhnya masih terasa lemas dan gemetar. Untuk tiba di rumah Bu Ambar yang hanya berjarak 15 menit saja dia harus sekuat tenaga memaksakan diri.
Rani tak habis pikir, kenapa hanya dia saja yang melihat penampakan anak tadi? Kenapa Bu Ambar sama sekali tidak melihatnya?
“Mungkin Bu Rani sedang banyak pikiran? Atau sedang menstruasi barangkali?”  Bu Ambar mencoba menerka-nerka kenapa Rani bisa melihat penampakan di sekolah tadi. Selama sebulan dia dan dan Rani bekerja di PAUD itu, baru sekali ini ada kejadian aneh seperti ini.
Memang sering dilihatnya Rani melamun saat sendirian berada di ruang guru, beberapa kali pula tampak ketakutan di ruang guru. Bu Ambar sengaja tidak bertanya karena menurutnya jika Rani tidak bercerita, itu tandanya dia memang tidak ingin bercerita.
Tapi kejadian di sekolah tadi sudah cukup serius menurutnya, jadi dipaksanya Rani untuk bercerita.
“Biasanya juga meski saya sedang menstruasi atau banyak pikiran, tidak pernah melihat hal-hal seperti itu Bu...”  Sahut Rani. Diceritakannya semua yang sering dirasakannya selama ini di ruang guru kepada Bu Ambar. Tentang bagaimana dia sering merasa diawasi oleh sesuatu yang tak terlihat, dan tentang suara berbisik-bisik seperti orang sedang bercakap-cakap, padahal Rani hanya sendirian di sana.
“Bu, apakah Ibu tahu riwayat gedung PAUD itu? apa dulu bekas kuburan? Atau pernah ada pembunuhan di situ, atau apa pun yang bisa menjelaskan tentang apa yang saya alami barusan?”  Tanya Rani. Bu Ambar tinggal di sini sejak lahir sampai sekarang, jadi seharusnya dia tahu tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di sini.
“Sebelum dibangun PAUD, lokasi itu hanya tanah kosong biasa yang sering dipakai anak-anak main bola. Jadi seharusnya tidak ada hal-hal aneh seperti yang Bu Rani ceritakan tadi...”  Kata Bu Ambar.
Terus terang, dia merasa kebingungan. Sejak kecil, indera keenamnya cukup peka merasakan keberadaan makhluk gaib di sekitarnya. Tidak bisa melihat, tapi sangat bisa merasakan, dan beberapa kali mendengar... itulah sebabnya Bu Ambar sangat heran karena dia belum pernah merasakan keberadaan ‘mereka’ di ruang guru, tapi justru Rani yang sebelumnya tidak pernah bersinggungan dengan hal-hal semacam ini, malah mengalami dengan cukup frontal. Tidak heran Rani tampak sangat syok.
Tak juga menemukan jawaban, akhirnya mereka berkesimpulan bahwa semua yang terjadi pada Rani hanyalah kebetulan semata. Karena batas antara dunia manusia dan dunia ‘mereka’ yang sebegitu tipisnya, maka akan selalu ada kemungkinan terjadinya ‘kebocoran’ baik dari sisi sebelah sini, maupun sisi sebelah sana. Begitu putus Bu Ambar, meyakinkan Rani supaya mengenyahkan rasa takutnya, dan melanjutkan hidup seperti biasa.
***
Rani menguap. Tubuhnya terasa begitu penat. Sedikit menyayangkan kenapa Pakde Manto tidak mau menambah satu lagi saja pegawai tambahan sebagai staf administrasi supaya tugasnya dan Bu Ambar tidak terlalu padat.
“Mbak Rani sudah ngantuk? Kalau begitu Rara pulang dulu ya?” 
Sejak selesai makan malam tadi Rara sudah ke sini membawa serta tugas-tugas sekolahnya. Sejak ada Rani, setiap malam dia belajar dan mengerjakan PR di sini sambil menemani Rani mengerjakan pekerjaannya yang menumpuk.
“Bagaimana kalau malam ini Rara tidur di sini saja. Mbak kesepian nih, tidak ada teman ngobrol...” Rani berusaha membujuk Rara untuk tidur di rumahnya. Belum sanggup rasanya untuk sendirian malam ini. Kejadian tadi siang masih terekam jelas. Wajah anak kecil di balik jendela ruang guru itu masih melekat kuat di benaknya. Bagaimana bibirnya menyeringai sambil melambai-lambaikan tangan ke arahnya, dan wajahnya yang semula biasa saja berubah menjadi pucat dan menyeramkan.
Belum lagi mimpi-mimpinya tentang Della dan Indah yang selalu saja sama tak berubah. Seperti ada sesuatu yang ingin disampaikan, tapi apa...? Kenapa semua hal jadi terasa tak masuk akal sejak kepindahannya kemari?
“Kalau begitu Rara bilang sama Ibu dulu ya Mbak. Nanti Rara kembali ke sini.” Sahut Rara sambil membereskan buku-buku dan peralatan tulisnya.
“Oke, jangan lama-lama ya, ini Mbak juga sebentar lagi selesai kok...” Balas Rani, kembali fokus dengan pekerjaannya yang sudah tinggal sedikit lagi.
Baru beberapa menit Rara menghilang di balik pintu, ketika sudut matanya menangkap sekelebat bayangan yang melintas dengan cepat melewati ruang tamu. Rani mengangkat pandangannya dari berkas-berkas yang sedang dikerjakannya.
“Rara... ??”  Panggilnya. “Ada yang ketinggalan ya...?”
Sunyi. Apa tadi salah lihat? Tapi jelas-jelas dia merasakan ada seseorang melintasinya tadi, menuju ruang dalam. Terdorong rasa penasaran, Rani bangkit dari duduknya dan menuju ruang dalam. Kosong. Tidak ada siapa-siapa.
“Apa mungkin Rara kebelet ke kamar kecil ya?” Pikirnya. Berjalan menuju dapur dan kamar mandi untuk memastikan dan... kosong. Tidak ada Rara atau siapapun di sana. Semakin penasaran, Rani berjalan menuju kamarnya, dan dua kamar lainnya, yang merupakan bekas kamar nenek dan kedua orang tuanya dulu. Kosong juga.
“Apa aku sedang berhalusinasi ya?” Pikirnya sambil berjalan kembali ke ruang tamu. Dan Rara sudah duduk di sana sambil memainkan ponselnya.
“Rara, kok cepat sekali? Sudah ijin sama Ibu kan?”  Tanyanya. Rara hanya mengangguk dan tetap menunduk memainkan ponselnya. Rambutnya terurai menutupi sebagian wajahnya. Entah kenapa, Rani merasa Rara terlihat aneh. Segera dibuangnya perasaan itu dan kembali fokus menyelesaikan pekerjaannya.
“Mbak, Rara mau ke kamar mandi dulu ya.” Kata Rara sambil bangkit dari duduknya dan menuju ke kamar mandi. Tetap menunduk melihat ke arah ponselnya.
“Hati-hati Ra, jangan bawa ponsel ke kamar mandi, nanti kecemplung di air lho..” Rani berusaha mengingatkan. Tapi Rara sudah menghilang ke ruang dalam. Cepat sekali jalannya. Rani merasa ada yang janggal.... tapi apa...?
bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar