Translate

Rabu, 03 Oktober 2018

Tentang Uang, Prioritas, Dan Bahagia



“Dih, uang segitu banyak cuma dihabiskan buat kulineran, padahal yang namanya makanan kan kalau sudah masuk perut sudah nggak ada bekasnya. Kalau saya sih uang segitu mending dikumpulin buat jalan-jalan menjelajah dunia. Biar hidup nggak kuper, di situ-situuuuu aja.”


“Ih, dia kan baru punya anak satu ya, masih kecil pula. Masih bisalah boncengan motor bertiga. Ngapain coba beli mobil sekarang, nggak tahu apa kalau mobil itu makin ke depan semakin turun harganya. Kalau saya sih mendingan beli emas deh, bisa buat investasi jangka panjang, dan bisa di pakai juga pas lagi kondangan.”

“Ya ampun, apa-apa kok maunya serba branded. Boros banget sih, kan mendingan uangnya ditabung. Dikumpulin biar jadi banyaaakkk...”
Jadi, apa ya prioritas-prioritas dalam kehidupan kita ini harus sama satu sama lain?
Kenapa ya, selalu terdengar komentar-komentar seperti itu setiap kali ada seseorang yang memiliki prioritas berbeda dalam membelanjakan uangnya?
Kita kan kerja keras cari uang supaya bisa melakukan atau membeli apapun yang kita suka, yang bisa membuat kita bahagia. Ya kalau ternyata apa yang membuat mereka bahagia berbeda dengan kita, ya nggak perlu dinyinyirin juga. Yang penting kan tidak saling merugikan, betul tidak?
Kalau situ suka mengkoleksi emas, ya silahkan saja sih, tanpa harus mengomentari mereka yang lebih memprioritaskan mobil misalnya. Ya memang kalau di lihat dari segi investasi, emas mungkin lebih menjanjikan. Tapi kan prioritas orang bukan melulu tentang investasi. Bisa jadi orang membeli mobil karena setiap pergi barang bawaannya selalu segambreng dan merasa kesulitan kalau naik motor. Atau bisa jadi dia bertujuan untuk mengajak sanak kerabatnya berangkat bersama kalau sedang ada acara keluarga. Dan bisa jadi-bisa jadi lainnya yang kita tidak pernah mengetahuinya.
Atau kalau situ lebih bahagia dengan menabung misalnya, tipe-tipe orang yang: “Biarin deh rumahnya jelek, mobilnya butut, bajunya itu-ituuuu aja, tapi rekeningnya doong... gendut. Deretan angka nol-nya panjaaang...”
Ya silahkan juga. Yang penting bahagia. Dan nggak perlu juga nyinyirin orang yang doyan belanja seperti saya.
Karena sering lho, saya dengar orang mengatakan: “Ya ampun, duit dihambur-hambur terus beli baju branded, tas branded, tapi tabungannya kosong. Penampilannya oke, tapi kere”
Duh maaf, saya tahu itu kasar sekali. Tapi ya memang betul ada sih orang yang suka men-judge orang lain seperti itu. Sedih.

Karena, ya siapa tahu kebahagiaan dia adalah saat bisa tampil oke di hadapan orang lain? Itu kebahagiaannya, dan kita tidak berhak ikut campur.
Pokoknya selama tidak merugikan sih, biarkan saja orang mau berbuat apa dengan uangnya. Wong itu uang, uangnya sendiri kok.
Kalau ada yang sukanya kulineran, ya biar saja, nggak perlu dijudge, “Orang kok cuma mentingin perut aja. Itu sih bukan makan untuk hidup namanya, tapi hidup untuk makan...”  Yaa kalau dia merasakan kebahagiaan dengan icap-icip makanan, ya kenapa tidak sih?.
Kalau ada yang sukanya jalan-jalan, ya biar sajalah selama mereka bahagia dengan pilihannya itu.
Sekali lagi kalau menurut saya sih, selama tidak merugikan orang lain, biar saja....
Teman saya, si A, setelah beres mengisi pos-pos pengeluaran tiap bulan, maka sisa uangnya akan dihabiskannya untuk berbelanja Tu*perw*re (kenapa harus disensor-sensor ya? toh semua orang juga sudah tahu ini wkwkwk...). Dan dia bahagia dengan koleksi tuppy-tuppy-nya itu. Suaminya bahagia melihat istrinya bahagia. Jadinya keluarga mereka bahagia. Ada tetangga yang nyinyir melihat ‘keborosan’ si A? “ke laut aja deh sana” – begitu kira-kira tanggapan si A dan suaminya. Tidak ada seorangpun yang berhak mengusik kebahagiaan mereka dengan nyinyirannya.
Teman saya yang lain, si B, mengalokasikan sisa uangnya untuk jajan make up. Untuk orang-orang yang tidak suka make up, pasti akan geleng kepala melihat berapa banyak uangnya yang sudah keluar untuk make up-make up-nya itu. Ya tapi itulah yang membuatnya bahagia. Kalau ada yang nyindir dan nyinyir, lalu dia berhenti belanja make up, lalu kebahagiaannya lenyap, situ mau tanggung jawab?
Teman saya yang lain lagi, panggil saja C – biar urut, sukanya bela-beli buku. Toko buku itu bagaikan surga baginya. Dan dia tidak peduli berapapun uang yang dikeluarkan untuk buku-bukunya itu (ini maksudnya adalah uang yang tersisa setelah sebelumnya di bagi-bagi dalam pos-pos pengeluaran lho ya). Dan dia bahagia dengan itu.  Jadi orang lain tidak berhak ikut campur dan berkomentar tentang apa yang membuatnya bahagia.
Jadi begitu ya. Sumber kebahagiaan setiap orang itu beda-beda. Kalau kita nyinyirin orang yang ‘belanjaannya’ beda dengan kita,... lha, jangan-jangan mereka juga sedang me-nyinyiri ‘belanjaan’ kita? Tuh kan, nggak enak banget kan dinyinyiri. Makanya biar saja orang mau menghabiskan uang mereka buat apa, yang penting itu bikin bahagia. Biar dunia ini damai dan nyaman kalau banyak orang yang bahagia :D
Yang penting mereka kan nggak ngutang sama kita :D nah kalau sampai ngutang sih itu beda lagi ceritanya ya.....

4 komentar:

  1. Seandainya semua org punya pikran yg sama ya mba, bisa damaaaai negara ini :) . Aku juga tipe yg ga peduli orang lain mau ngapain, sepanjang itu ga merugikan aku, kenapa juga aku hrs ribut ato nyinyir. Kita bukan Tuhan. Kita ga tau apa yg ada di benak org lain. Kebahagiaan dia, pasti beda ama kebahagian kita. Orang lain lgs girang liat pantai, aku boro2, malah sakit begitu kena panas laut :p . Sayangnya, nth kenapa makin kesini, orang2 kok pd suka ikut campur. Merasa sarannya adalah saran yg paling benar :(

    BalasHapus
  2. Selalu suka ma tulisan mb rita, uda aku masukin list bw wajib hihihi, penuh learning n pmikiran soalnya...

    Tupperwarenya isa ketebak ituuuu muehehe

    BalasHapus
  3. Saya pun termasuk tipe yang sama sekali enggak peduli sama urusan orang lain. Apalagi masalah uang itu sensitif.

    Jadi daripada negatif thinking sama orang lain mendingan berdoa yang banyak biar uangnya bisa memberikan manfaat positif bagi kita saja hehehehe

    BalasHapus