Translate

Rabu, 28 Mei 2014

SIAPA YANG SALAH? SIAPA YANG HARUS NGALAH?


Sebagai anak pertama, ketika masih kecil, saya seperti dituntut untuk selalu mengalah terhadap adik saya setiap kali kami bertengkar. Terlepas dari siapa yang salah dan yang benar, pokoknya setiap kali adik saya mulai menangis atau menjerit, itu adalah kode bagi saya untuk mengalah saat itu juga. Tidak peduli meskipun hati ini rasanya kesal dan marah bukan kepalang, pokoknya saya harus mengalah. Karena kalau tidak, ibu saya pasti akan mengomel panjang lebar dan yang di omeli…? Tentu saja saya.

Menurut orang tua saya ketika itu adalah: usia saya lebih tua. Jadi seharusnya saya lebih bisa mengerti. Lebih mampu mengendalikan perasaan dan hati. Beda dengan adik yang 5 tahun lebih muda. Yang menurut orang tua saya masih belum mampu membedakan mana yang salah dan yang benar. Masih belum mampu mengendalikan hati dan emosi.

Jadi kalau ingin rumah selalu tenang dan tentram tanpa keributan, kuncinya hanya satu: saya harus mengalah. J

Sekarang, setelah memiliki 2 jagoan yang hampir setiap hari bertengkar, saya jadi lebih memahami apa yang dirasakan oleh ibu saya dulu setiap kali saya bertengkar dengan adik J

Kadang, kalau sudah tidak tahan lagi mendengar kedua anak saya meributkan sesuatu yang bagi saya nggak penting (padahal mungkin bagi mereka penting ya, hehe…), saya pasti akan segera mengeluarkan ultimatum: “Kakak, kamu ngalah doong. Kamu kan udah gede. Masa gak mau ngalah sama dedek!?”

Dan si kakak memang akan langsung mengalah, tapi sambil bersungut-sungut. Kalau sudah begitu, saya langsung melow deh. Paham banget sama perasaan si kakak L

Baru-baru ini saya mulai mikir. Kok kayaknya sejak si dedek mampu mengutarakan keinginan-keinginannya, saya jadi semakin sering ngomelin kakak ya?? Padahal sering kali saya paham sepenuhnya bahwa si kakak sedang dalam posisi tidak bersalah. Tapi kok ya ultimatum itu tetap keluar dari mulut saya L

Demi si dedek berhenti merengek, menangis dan menjerit, demi mendapatkan suasana rumah yang nyaman dan tentram, setiap kali saya harus mengorbankan perasaan kakak, hiks…..

Lama-kelamaan, kayaknya si dedek mulai paham deh, bahwa dia cukup menangis keras-keras untuk mendapatkan setiap keinginannya, dan saya mulai merasa bahwa si kakak jadi semakin sering terdzolimi L

Ugh, kayaknya saya harus memutar haluan nih.

Beberapa hari ini, saya mulai mencoba untuk melihat dengan lebih bijak (cieeee..)

Setiap kali si kakak dan dedek berantem, saya akan lihat dulu duduk persoalannya. Kalo memang posisi kakak tidak bersalah, ya saya nggak akan mengomelinya. Saya akan lebih memberikan pengertian sama dedek, bahwa sekarang adalah giliran kakak memakai mainan, misalnya.

Ajaibnya, setelah beberapa hari cara ini saya terapkan, si dedek jadi jarang menjerit-jerit lagi. Sepertinya dia mulai memahami bahwa dalam segala hal dia harus berbagi dengan kakaknya. Si kakak juga tak pernah lagi terlihat bersungut-sungut karena harus mengalah dengan terpaksa J

Duh, kenapa tidak dari dulu ya… J

11 komentar:

  1. betul itu Mak, tidak selamanya yg besar harus mengalah, adakalanya si adek yang salah. anakku 3 cowok semua, jd bisa dipastikan setiap hari adaaa aja yg diributin hihihi

    BalasHapus
  2. wah, 3 cowok semua ya mak? bisa dibayangkan keseruannya ya...... :D
    iya mak, yg besar tidak selamanya harus ngalah. sayangnya saya baru2 ini tersadarkan :)
    makasih ya sudah mampir.

    BalasHapus
  3. hehe jd inget masa kecil saya paling bete kalau disuruh ngalah sama adik haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. samaaaa..... hehe.... tp sekarang udah sama2 gede jadi bete2 di masa kecil sdh tergantikan dengan kekompakan di masa remaja sampai dewasa. makasih ya susan sdh mampir....

      Hapus
  4. Seakan belajar dr masa kecil ya, Mba. Harus memahami konteks permasalahannya dulu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul mbak. merubah tradisi bahwa anak sulung yg selalu disalahkan kalau adeknya lagi nangis kerena ngambek :)

      Hapus
  5. saya dulu waktu kecil juga seperti itu mbak karena saya anak sulung jadi saya harus ngalah terus sama adik saya

    BalasHapus
  6. seperti sudah tradisi ya mbak hehehe.....
    makasih ya sudah mampir :)

    BalasHapus
  7. he..he...he...biasanya sikecil yang gak mau disalahin...karena manja...butuh sekian menit untuk membuatnya mengakui kesalahannya kalau memang salah....:)

    BalasHapus
  8. Kok modelnya sama kayak dijalan raya ya mobil harus mengalah sama yang lebih kecil padahal kalau dipikir-pikir bisa saja yang bawa mobil itu statusnya di keluarga kandungnya mereka statusnya adalah seorang adik.

    BalasHapus