Translate

Senin, 14 Oktober 2013

PEMIMPIN SEJATI


Jiwa seorang pemimpin tidak serta merta terbentuk dengan sendirinya dan begitu saja. Ada banyak hal yang akan dilewati oleh setiap individu sebelum akhirnya memiliki sebentuk karakter yang kuat dan hebat.

Dan tahap pertama yang akan dilalui, tentu saja dari lingkup pergaulannya yang terkecil, yaitu keluarga. Di sini, tentu tanpa sedikitpun mengesampingkan peran ayah, sosok ibulah yang biasanya paling banyak memberi warna dalam proses pembentukan karakter seorang anak. Ini dikarenakan anak-anak biasanya menghabiskan waktu mereka jauh lebih banyak bersama ibu daripada dengan ayah. Itulah sebabnya seorang ibu wajib memperhatikan betul-betul apa yang sedang terjadi berikut semua proses yang sedang dilalui oleh anak-anaknya.

Saya sendiri tidak selalu mewajibkan anak-anak saya untuk selalu memimpin dalam segala hal. Saya biarkan mereka melewati dan menikmati prosesnya. Saya hanya mengarahkan mereka supaya bisa menemukan jalan dengan sendirinya. Karena toh menjadi pemimpin (menurut saya) itu tidak selalu harus menjadi seorang bos besar, pejabat, jendral, dan semacamnya. Karena ketika seseorang itu mampu membawa senyum dan kebahagiaan untuk orang-orang di sekitarnya, maka dia itulah seorang pemimpin yang sebenarnya, tanpa harus ada gelar kepemimpinan yang melekat pada dirinya. Dan ketika dia mampu merengkuh banyak orang dan menyebarkan banyak kebaikan, maka jiwa kepemimpinan itu akan terpancar dari dalam dirinya.

Saya berusaha semaksimal mungkin menyiapkan dan membentuk anak-anak saya supaya mereka bisa menjadi seorang bintang, orang besar, jendral, mentri, atau apapun yang bisa membuat saya bangga. Namun, ada beberapa pondasi yang terlebih dahulu saya tanamkan kuat-kuat pada jiwa mereka. Karena saya akan tetap merasa sangat bangga, seandainya kelak ternyata mereka hanyalah seorang karyawan biasa, namun mampu menyebarkan kebaikan pada sesama, menularkan semangat pada orang-orang di sekitarnya, memancarkan cinta dan kasih sayang ke seluruh dunia, memberikan cahaya untuk tunanetra, memperdengarkan musik yang indah untuk tunarungu, memberikan setitik kebahagiaan untuk yang sedang berduka, dan secercah harapan untuk yang sedang berputus asa.

Beberapa pondasi yang saya maksud di antaranya adalah seperti berikut:

Ketika anak masih dalam kandungan:

1.      Mengkonsumsi cukup nutrisi dan gizi selama kehamilan. Saya tentu saja ingin anak-anak saya terlahir serta tumbuh menjadi anak-anak yang kuat dan sehat.

2.      Memperdengarkan lantunan Ayat Suci Al-Qur’an. Supaya anak-anak saya terbiasa dengan Kitab Suci mereka sedari dini.

3.      Memperdengarkan musik klasik. Banyak teori mengatakan bahwa musik klasik mampu merangsang stimulasi otak pada janin.

          Setelah anak lahir:

1.      Memberikan landasan agama yang kokoh. Karena apapun kelak yang akan mereka lakukan, pondasi agama yang kuat akan mengarahkan dan menuntun langkah mereka untuk tetap berada di jalur yang tepat.

2.      Mengajarkan mereka tentang konsep menghargai, cinta, dan kasih sayang baik dalam lingkup keluarga, maupun dalam lingkup pergaulan yang lebih luas.

3.      Mengajarkan mereka untuk bersikap disiplin, mandiri, dan percaya diri. Ini diharapkan akan membantu membentuk karakternya supaya menjadi pribadi yang tahan banting dan tangguh.

4.      Makanan dengan gizi seimbang. ‘Dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang kuat’ Saya usahakan anak-anak saya mendapatkan makanan 4 sehat 5 sempurna setiap harinya. Tidak mudah, karena anak pertama saya sering menolak untuk makan sayur, makan buah pun selalu pilih-pilih. Terkadang saya harus memutar otak supaya bisa mengkreasikan beberapa sayur dan buah-buahan, agar menarik minat anak-anak saya dan mereka dengan senang hati memakannya.

5.      Secara berkala, saya mencoba menempatkan mereka pada sebuah posisi yang sulit yang sesuai dengan usia mereka. Melatih mereka untuk berani bertindak dan memutuskan, sekaligus bertanggung jawab terhadap keputusan yang telah diambil.

6.      Mengajarkannya untuk bersosialisasi dengan baik. Karena, bagaimana bisa seseorang menyebarkan sebuah kebaikan, kalau dia sendiri tidak mampu bersosialisasi dengan baik di tengah masyarakat?

7.      Berusaha untuk tidak memanjakan. Sebagai seorang ibu, sebenarnya langkah ini cukup sulit bagi saya. Boleh dibilang saya juga sedang mengajarkan kepada diri saya sendiri untuk tidak memanjakan anak-anak saya, karena memanjakan anak hanyalah akan berakibat pada lemahnya mental dan kualitas anak. Saya biarkan anak-anak saya belajar dan memahami bahwa kehidupan itu tidak selalu menyenangkan. Bahwa selalu akan ada hal yang harus diperjuangkan. Bahwa selalu akan ada sebuah konsekuensi dari setiap tindakan.

8.      Menggali potensi anak sejak dini. Ini untuk bekal kelak saat mereka tumbuh dewasa. Seseorang yang mempunyai potensi diri diharapkan akan selalu bisa bertahan dalam segala kondisi dan keadaaan.

9.      Menjaga kesehatan seluruh keluarga. Jika seluruh keluarga sehat, maka akan lebih ringan rasanya melaksanakan poin-poin di atas. Saya membiasakan keluarga saya untuk berolah raga secara teratur, minum susu sesuai usia, mengkonsumsi suplemen makanan, dan menyediakan makanan dengan gizi berimbang.


Menjadi pemimpin itu tidak selalu harus menjadi seorang bos besar, pejabat, jendral, dan semacamnya. Karena menjadi pemimpin itu adalah tentang bagaimana kita mampu membawa diri di tengah masyarakat, bagaimana kita dapat berbaur dalam semua lapisan yang ada di dalamnya. Menjadi pemimpin itu adalah tentang bagaimana kita mampu berkomunikasi dengan bahasa universal. Bahasa yang bahkan bisa didengar oleh tunarungu, dan dilihat oleh tunanetra, yaitu kebaikan.
#LombaBlogNUB 

1 komentar: