gambar dari Pixabay |
Part sebelumnya di sini
“Bu
Rani lebih baik ke rumah saya dulu ya? kalau sudah merasa lebih baik nanti baru
pulang... mau kan?” Bu Ambar merasa
khawatir melihat kondisi Rani yang masih gemetar, berkeringat, dan terus saja
menangis ketakutan.
Rani
mengiyakan. Tak sanggup rasanya mengendarai motor hingga 45 menit ke depan
menuju rumah. Seluruh tubuhnya masih terasa lemas dan gemetar. Untuk tiba di
rumah Bu Ambar yang hanya berjarak 15 menit saja dia harus sekuat tenaga
memaksakan diri.
Rani
tak habis pikir, kenapa hanya dia saja yang melihat penampakan anak tadi?
Kenapa Bu Ambar sama sekali tidak melihatnya?
“Mungkin
Bu Rani sedang banyak pikiran? Atau sedang menstruasi barangkali?” Bu Ambar mencoba menerka-nerka kenapa Rani
bisa melihat penampakan di sekolah tadi. Selama sebulan dia dan dan Rani
bekerja di PAUD itu, baru sekali ini ada kejadian aneh seperti ini.
Memang
sering dilihatnya Rani melamun saat sendirian berada di ruang guru, beberapa
kali pula tampak ketakutan di ruang guru. Bu Ambar sengaja tidak bertanya
karena menurutnya jika Rani tidak bercerita, itu tandanya dia memang tidak
ingin bercerita.
Tapi
kejadian di sekolah tadi sudah cukup serius menurutnya, jadi dipaksanya Rani
untuk bercerita.
“Biasanya
juga meski saya sedang menstruasi atau banyak pikiran, tidak pernah melihat
hal-hal seperti itu Bu...” Sahut Rani. Diceritakannya
semua yang sering dirasakannya selama ini di ruang guru kepada Bu Ambar.
Tentang bagaimana dia sering merasa diawasi oleh sesuatu yang tak terlihat, dan
tentang suara berbisik-bisik seperti orang sedang bercakap-cakap, padahal Rani
hanya sendirian di sana.
“Bu,
apakah Ibu tahu riwayat gedung PAUD itu? apa dulu bekas kuburan? Atau pernah
ada pembunuhan di situ, atau apa pun yang bisa menjelaskan tentang apa yang
saya alami barusan?” Tanya Rani. Bu
Ambar tinggal di sini sejak lahir sampai sekarang, jadi seharusnya dia tahu
tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di sini.
“Sebelum
dibangun PAUD, lokasi itu hanya tanah kosong biasa yang sering dipakai
anak-anak main bola. Jadi seharusnya tidak ada hal-hal aneh seperti yang Bu
Rani ceritakan tadi...” Kata Bu Ambar.
Terus
terang, dia merasa kebingungan. Sejak kecil, indera keenamnya cukup peka
merasakan keberadaan makhluk gaib di sekitarnya. Tidak bisa melihat, tapi
sangat bisa merasakan, dan beberapa kali mendengar... itulah sebabnya Bu Ambar
sangat heran karena dia belum pernah merasakan keberadaan ‘mereka’ di ruang
guru, tapi justru Rani yang sebelumnya tidak pernah bersinggungan dengan
hal-hal semacam ini, malah mengalami dengan cukup frontal. Tidak heran Rani
tampak sangat syok.
Tak
juga menemukan jawaban, akhirnya mereka berkesimpulan bahwa semua yang terjadi
pada Rani hanyalah kebetulan semata. Karena batas antara dunia manusia dan
dunia ‘mereka’ yang sebegitu tipisnya, maka akan selalu ada kemungkinan
terjadinya ‘kebocoran’ baik dari sisi sebelah sini, maupun sisi sebelah sana.
Begitu putus Bu Ambar, meyakinkan Rani supaya mengenyahkan rasa takutnya, dan
melanjutkan hidup seperti biasa.
***
Rani
menguap. Tubuhnya terasa begitu penat. Sedikit menyayangkan kenapa Pakde Manto
tidak mau menambah satu lagi saja pegawai tambahan sebagai staf administrasi supaya
tugasnya dan Bu Ambar tidak terlalu padat.
“Mbak
Rani sudah ngantuk? Kalau begitu Rara pulang dulu ya?”
Sejak
selesai makan malam tadi Rara sudah ke sini membawa serta tugas-tugas
sekolahnya. Sejak ada Rani, setiap malam dia belajar dan mengerjakan PR di sini
sambil menemani Rani mengerjakan pekerjaannya yang menumpuk.
“Bagaimana
kalau malam ini Rara tidur di sini saja. Mbak kesepian nih, tidak ada teman
ngobrol...” Rani berusaha membujuk Rara untuk tidur di rumahnya. Belum sanggup rasanya
untuk sendirian malam ini. Kejadian tadi siang masih terekam jelas. Wajah anak
kecil di balik jendela ruang guru itu masih melekat kuat di benaknya. Bagaimana
bibirnya menyeringai sambil melambai-lambaikan tangan ke arahnya, dan wajahnya
yang semula biasa saja berubah menjadi pucat dan menyeramkan.
Belum
lagi mimpi-mimpinya tentang Della dan Indah yang selalu saja sama tak berubah.
Seperti ada sesuatu yang ingin disampaikan, tapi apa...? Kenapa semua hal jadi
terasa tak masuk akal sejak kepindahannya kemari?
“Kalau
begitu Rara bilang sama Ibu dulu ya Mbak. Nanti Rara kembali ke sini.” Sahut
Rara sambil membereskan buku-buku dan peralatan tulisnya.
“Oke,
jangan lama-lama ya, ini Mbak juga sebentar lagi selesai kok...” Balas Rani,
kembali fokus dengan pekerjaannya yang sudah tinggal sedikit lagi.
Baru
beberapa menit Rara menghilang di balik pintu, ketika sudut matanya menangkap
sekelebat bayangan yang melintas dengan cepat melewati ruang tamu. Rani
mengangkat pandangannya dari berkas-berkas yang sedang dikerjakannya.
“Rara...
??” Panggilnya. “Ada yang ketinggalan
ya...?”
Sunyi.
Apa tadi salah lihat? Tapi jelas-jelas dia merasakan ada seseorang melintasinya
tadi, menuju ruang dalam. Terdorong rasa penasaran, Rani bangkit dari duduknya
dan menuju ruang dalam. Kosong. Tidak ada siapa-siapa.
“Apa
mungkin Rara kebelet ke kamar kecil
ya?” Pikirnya. Berjalan menuju dapur dan kamar mandi untuk memastikan dan...
kosong. Tidak ada Rara atau siapapun di sana. Semakin penasaran, Rani berjalan
menuju kamarnya, dan dua kamar lainnya, yang merupakan bekas kamar nenek dan
kedua orang tuanya dulu. Kosong juga.
“Apa
aku sedang berhalusinasi ya?” Pikirnya sambil berjalan kembali ke ruang tamu. Dan
Rara sudah duduk di sana sambil memainkan ponselnya.
“Rara,
kok cepat sekali? Sudah ijin sama Ibu kan?”
Tanyanya. Rara hanya mengangguk dan tetap menunduk memainkan ponselnya. Rambutnya
terurai menutupi sebagian wajahnya. Entah kenapa, Rani merasa Rara terlihat
aneh. Segera dibuangnya perasaan itu dan kembali fokus menyelesaikan
pekerjaannya.
“Mbak,
Rara mau ke kamar mandi dulu ya.” Kata Rara sambil bangkit dari duduknya dan
menuju ke kamar mandi. Tetap menunduk melihat ke arah ponselnya.
“Hati-hati
Ra, jangan bawa ponsel ke kamar mandi, nanti kecemplung di air lho..” Rani
berusaha mengingatkan. Tapi Rara sudah menghilang ke ruang dalam. Cepat sekali
jalannya. Rani merasa ada yang janggal.... tapi apa...?
bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar