gambar dari Pixabay |
Dulu
(bahkan kadang sampai sekarang), saya sering merasa iri dengan jalan hidup
orang lain yang terlalu mulus, terlalu indah, terlalu mudah.
Sering
berfikir: kenapa dia bisa mendapatkan sesuatu dengan begitu mudah, nyaris tanpa
usaha. Sementara saya harus mati-matian berjuang dan terkadang yang saya
dapatkan tidak sesuai dengan yang saya inginkan. Jadi sering merasa hidup itu
tidak adil.
Jadi ingat
seorang kawan yang pernah berkata pada saya: kita semua ini ceritanya sedang
berada di salah satu sisi sungai, dan memiliki tujuan yang sama, yaitu menyeberangi
sungai untuk sampai ke sisi yang satunya.
Kita harus
menyiapkan sebuah kapal, atau perahu untuk itu, nah proses pembuatan perahu
inilah yang berbeda-beda pada setiap orang.
Ada yang
begitu mudah, teramat sangat mudah. Seakan seluruh semesta mendukungnya. Ada
juga yang begitu sulit, tertatih-tatih. Melewati banyak rintangan, hambatan dan
cobaan. Seakan seluruh isi jagad raya bersatu untuk berusaha merusak perahunya.
Setelah
perahu terbentuk pun, masih ada perjuangan lain yaitu menyeberangi sungai yang
terkadang harus melawan gelombang dan arus deras yang mematikan.
Ada yang
kapalnya begitu kuat hingga dia tetap nyaman berlayar hingga ke tujuan. Dia
memiliki modal yang cukup untuk membuat perahunya aman dari hantaman gelombang.
Sementara
ada yang hanya sanggup membuat perahu kecil yang rapuh padahal sudah
mengerahkan segala kemampuan dan daya upaya.
Kenapa
jalan hidup setiap orang harus berbeda-beda? Kenapa tidak sama saja semuanya
supaya tidak ada kesenjangan yang tercipta?
Sampai di
sini biasanya saya kemudian berusaha untuk berhenti memikirkannya. Saya takut,
pikiran saya akan berujung dengan menyalahkan Tuhan nantinya.
Saya
memaksa diri untuk berhenti berfikir, untuk sejenak mengamati perahu yang saya
buat. Berusaha menemukan bagian-bagian membahagiakan dari keseluruhan perahu
yang terlihat jelek, rapuh, dan begitu banyak kekurangan.
Harus
memaksa diri membuka mata lebar-lebar untuk menemukan pelangi indah di tengah
warna-warna kusam nan suram. Harus memaksa hati untuk mengakui bahwa itu adalah
pelangi. Dan mensyukurinya. Karena terbiasa melihat warna suram membuat hati
berkabut dan hampir tidak mempercayai adanya pelangi.
Saya
memaksa untuk menemukan warna pelangi di perahu saya yang jelek dan suram.
Kalau jeli, sebenarnya saya akan menemukan tidak hanya pelangi di sana, tapi
juga percikan-percikan indah kembang api. Lalu kemudian saya akan mengucap
syukur tanpa henti.
Tapi
namanya manusia ya... terkadang setan-setan jahat itu memutar kembali kepala
saya untuk kembali melihat sisi menyedihkan dari perahu saya, sekaligus
menyaksikan gemerlap indahnya perahu lain nun jauh di sana. Dan membuat saya
kembali mempertanyakan keadilan.
Temans,
adakah yang pernah merasakan apa yang saya rasakan? Seperti sedang dipermainkan
oleh kehidupan. Seperti sedang diombang-ambingkan oleh gelombang tanpa
perasaan... tanpa pegangan.
Saya kurang
bersyukur... Ya mungkin benar adanya.
Hati dan
pikiran saya masih sering berloncat-loncatan, kadang seperti malaikat yang baik
hati, dan terkadang bagaikan setan jahat yang menyebalkan. Terkadang saya bisa
mensyukuri keadaan dengan setulus hati dan jiwa, lalu kembali mempertanyakan
keadilan saat apa yang saya mau tidak tergapai sementara orang lain bisa
mendapatkannya bahkan tanpa banyak usaha.
Ya namanya
manusia ya, kadar keimanan seringkali naik turun.
Tidak
munafik, saya bukan manusia yang memiliki kadar keimanan yang senantiasa
tinggi. Di saat saya mempertanyakan keadilanNya, biasanya itu adalah ketika
keimanan saya berada di titik lemah.
Seringkali
saya takut akan terpeleset ketika sedang berada di kondisi itu. Maka saya akan
buru-buru mencari pegangan, takut terjatuh atau salah jalan.
Jadi,
ketika mulai merasa bahwa kehidupan itu tidak adil, saya akan buru-buru
berwudhu, beristighfar, mengingat dan merunut apa yang sudah saya dapatkan. Berusaha melupakan dan tidak
memikirkan apa yang tidak saya dapatkan.
Terkadang susah sih. Terkadang saya sampai bertanya, “Kenapa tidak Kau berikan
saja Ya Allah? Bukankah Engkau Maha Kaya? Kenapa tidak Kau berikan saja?” Lalu setelah itu saya akan beristighfar
berkali-kali. Sangat menyesal pernah mempertanyakan itu.
Kemudian
saya akan memandang sekeliling. Lalu melihat anak-anak yang sehat, penurut,
tidak kurang suatu apa... itu biasanya akan membuat saya kemudian berpikir:
“Oke, aku tak butuh apapun. Asal selamanya kulihat mereka sehat, sholeh, dan
bahagia.”
Yups, kalau
dipikir-pikir, memang sumber kebahagiaan saya adalah mereka. Jadi, seharusnya
saya tidak membutuhkan yang lain lagi.
Biar saja
kapal saya jelek dan suram, asal anak-anak berada di kapal yang sama dengan
saya, itu sudah lebih dari cukup.
Lalu inti
dari postingan ini apa ya?
.....
Tidak
ada... hahaha.....
Maaf,
hanya ingin curhat saja :D
Dan sepertinya
judulnya tidak sesuai dengan isi... ah sudahlah biar...
Selamat
menjalankan ibadah puasa, terima kasih sudah membaca. Dan mohon maaf jika
postingan ini unfaedah :D
Itukan hanya perasaan saja....Melihat rumput tetangga selalu lebih hijau merekah..😄😄
BalasHapusPadahal semua kehidupan manusia sama cuma jalannya saja yang berbeda ... Melihat orang senang bisa jadi hanya cover luarnya saja sedangkan didalamnya kita tidak pernah akan tahu seutuhnya..😄😄
Era sekarang banyak hal yang seperti itu, Senang, bangga, Dan mudah mendapatkan sesuatu yang diinginkan hanya dalam sekejap.
Tetapi kita selalu kurang dan kurang terus...Intinya kalau kita bersyukur kita dan orang diluaran sama saja tidak ada yang beda.
Kapal bagus tampilan saja belum tentu dalamnya begitupun sebaliknya..😄😄
Ikhlas dan bersyukur ..biasanya mempermudah perjalanan..., Terasa berat jika terus membandingkan keadaan dengan orang lain...
BalasHapusYang terlihat wah..belum tentu baik dan cocok buat kita..
Kalau di pulau Jawa, diistilahkan 'Wang Sinawang' .., melihat orang lain seakan hidupnya lebih dari kita, begitupan orang lain melihat kita, kak.
BalasHapusTapi memang bukan dipungkiri, sebagian orang ada yang jalan hidupnya mulus dalam menggapai cita-cita juga meraih kesuksesan.
Yah, semua itu kurasa sudah garis jalan hidup masing-masing yang ditentukan oleh Yang Di Atas ya.
Tetap semangat yuk, kak ...,
Meski saat ini mungkin hidup kita belum tercapai apa yang diinginkan 😊
betul kang, orang hidup paling enak memang cukup saja,
Hapusmisalnya:
mau punya sitri 4 uangnya cukup, anak2 pengen mobil uangnya cukup, pengen beli helikopter buat foto candi dari atas uangnya cukup,, hehehehe
Sama mba, saya pun sering merasa iri pada orang lain, rasanya semua hal yang saya lakukan dengan susah payah, bisa dilakukan mereka dengan mudah.
BalasHapusPadahal ya aslinya sama saja, semua orang punya tantangan yang sama dalam hidupnya :)