Judul : Bulan
Terbelah Di Langit Amerika
Penulis : Hanum
Salsabiela Rais & Rangga Almahendra
Penerbit
: Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 344
halaman.
Senangnyaa...
akhirnya menemukan buku yang sudah saya idam-idamkan sejak lama. Sayangnya,
saya hanya dapat yang cover versi film, padahal sebenarnya ingin yang versi
aslinya. Yang ada gambar bulan dan patung Liberty-nya. Tapi ya sudahlah,
bersyukur akhirnya dapat juga. Soalnya di kota saya, toko buku yang selengkap
Gramedia masih belum ada. Ini saja harus jauh-jauh ke Gramedia Jogja dapatnya,
hehe....
Buku
ini mengangkat kisah peristiwa black
Tuesday, 11 September 2001.
Menjelang
peringatan 8 tahun tragedi 9/11, Hanum yang berprofesi sebagai reporter,
ditugaskan untuk menulis ulasan di balik peristiwa itu, dengan narasumber para
keluarga dari korban 9/11.
Ada
Julia Collins, seorang mualaf yang harus kehilangan Ibrahim, suaminya, tepat di
hari ulang tahun kedua pernikahannya. Tragedi ini membuat Julia yang seorang
mualaf, sempat mempertanyakan, apakah Islam, agama yang dianutnya bersama
suaminya, sekeji itu? Apakah pilihannya memeluk Islam keliru?
Dan
saya mengharu biru ketika Julia mempertahankan ketetapan hatinya dalam memeluk
Islam. Padahal setelah peristiwa 9/11 tersebut, sungguh tidak mudah baginya
mempertahankan identitas ke-Islam-annya. Ibunda Julia bahkan meminta Julia
untuk ‘bertobat’ dengan meninggalkan Islam dan kembali pada agama yang
dianutnya semula.
Julia
Collins, seorang mualaf yang suaminya harus tewas terenggut tragedi mengerikan
yang justru diciptakan oleh saudara-saudara seimannya, harus berjuang menata
ulang hati dan kehidupannya demi putri semata wayangnya bersama Ibrahim,
suaminya, dan sekaligus berjuang mempertahankan keimanan dan kepercayaannya
terhadap Islam, agama barunya.
Bagian
yang paling menyayat hati dalam kisah Julia Collins ini adalah ketika Julia
menunjukkan kepada Hanum rekaman pesan suara Ibrahim pada saat-saat menjelang
kematiannya. Saat Ibrahim berusaha menyelamatkan diri bersama ribuan manusia
lainnya, hingga ketika pada akhirnya Ibrahim hanya mampu bertasbih menyebut
asma Allah, sampai terdengar bunyi ‘BUMMM...’ yang memekakkan telinga, dan
pesan suara itu mati. Itu adalah detik-detik ketika Menara Utara WTC, tempat
dimana perusahaan tempat Ibrahim bekerja bermarkas, roboh. Dan jiwa raga
Ibrahim turut terhempas bersamanya. Air mata saya merembes membaca kisah Julia
Collins ini.
Narasumber
Hanum yang lain adalah Michael Jones. Seorang pria yang harus kehilangan
istrinya karena tragedi ini. Michael Jones yang beberapa kali pernah mencoba
mengakhiri hidupnya untuk menyusul istrinya, tapi rupanya Tuhan belum
menghendaki kematiannya. Michael Jones yang kemudian memutuskan untuk memusuhi
dan membenci Islam. Seorang pria yang merutuki kehidupannya yang hancur karena
sebuah keyakinan bernama Islam, yang dia anggap menyesatkan dan memusnahkan.
Di
sini Hanum merasa telah ditikam dari belakang oleh mereka yang mengaku muslim,
tetapi memaknai jihad atas nama ketidak adilan dunia dengan membantai manusia
lain.
Di
akhir cerita ada banyak sekali kebetulan-kebetulan yang membahagiakan yang
membuat saya lalu bertanya-tanya berapa persen porsi fiksi yang ada di buku
ini.
Terlepas dari apakah lebih banyak fiksi atau
realita, buku ini telah mengaduk-aduk emosi saya dan membuat saya seperti
terseret oleh mesin waktu menuju detik-detik runtuhnya gedung WTC. Menjelang
akhir cerita, Hanum dipertemukan oleh
seseorang yang selamat dari tragedi itu, yang menceritakan bagaimana
kacaunya kondisi di dalam gedung dan betapa dia harus melihat begitu banyak
kematian dalam waktu beberapa jam saja.
Selesai
membaca buku ini, saya masih saja mengulang kembali bagian-bagian yang berhasil
membuat emosi saya teraduk-aduk.
Hanum
dan Rangga menulis kisah ini dengan begitu apik dan gaya bahasa yang memukau.
Tidak rugilah saya memburu buku ini jauh-jauh ke Jogja ^_^
bagus ga bukunya sis?
BalasHapusasuransi online terbaik