“Dih, uang segitu banyak cuma
dihabiskan buat kulineran, padahal yang namanya makanan kan kalau sudah masuk
perut sudah nggak ada bekasnya. Kalau saya sih uang segitu mending dikumpulin
buat jalan-jalan menjelajah dunia. Biar hidup nggak kuper, di situ-situuuuu
aja.”
“Ih, dia kan baru punya anak satu
ya, masih kecil pula. Masih bisalah boncengan motor bertiga. Ngapain coba beli
mobil sekarang, nggak tahu apa kalau mobil itu makin ke depan semakin turun
harganya. Kalau saya sih mendingan beli emas deh, bisa buat investasi jangka
panjang, dan bisa di pakai juga pas lagi kondangan.”
“Ya ampun, apa-apa kok maunya serba
branded. Boros banget sih, kan mendingan uangnya ditabung. Dikumpulin biar jadi
banyaaakkk...”
Jadi,
apa ya prioritas-prioritas dalam kehidupan kita ini harus sama satu sama lain?
Kenapa
ya, selalu terdengar komentar-komentar seperti itu setiap kali ada seseorang
yang memiliki prioritas berbeda dalam membelanjakan uangnya?
Kita
kan kerja keras cari uang supaya bisa melakukan atau membeli apapun yang kita
suka, yang bisa membuat kita bahagia. Ya kalau ternyata apa yang membuat mereka
bahagia berbeda dengan kita, ya nggak perlu dinyinyirin juga. Yang penting kan
tidak saling merugikan, betul tidak?
Kalau
situ suka mengkoleksi emas, ya silahkan saja sih, tanpa harus mengomentari
mereka yang lebih memprioritaskan mobil misalnya. Ya memang kalau di lihat dari
segi investasi, emas mungkin lebih menjanjikan. Tapi kan prioritas orang bukan
melulu tentang investasi. Bisa jadi orang membeli mobil karena setiap pergi
barang bawaannya selalu segambreng dan merasa kesulitan kalau naik motor. Atau
bisa jadi dia bertujuan untuk mengajak sanak kerabatnya berangkat bersama kalau
sedang ada acara keluarga. Dan bisa jadi-bisa jadi lainnya yang kita tidak
pernah mengetahuinya.
Atau
kalau situ lebih bahagia dengan menabung misalnya, tipe-tipe orang yang: “Biarin
deh rumahnya jelek, mobilnya butut, bajunya itu-ituuuu aja, tapi rekeningnya
doong... gendut. Deretan angka nol-nya panjaaang...”
Ya
silahkan juga. Yang penting bahagia. Dan nggak perlu juga nyinyirin orang yang
doyan belanja seperti saya.
Karena
sering lho, saya dengar orang mengatakan: “Ya ampun, duit dihambur-hambur terus
beli baju branded, tas branded, tapi tabungannya kosong. Penampilannya oke,
tapi kere”
Duh
maaf, saya tahu itu kasar sekali. Tapi ya memang betul ada sih orang yang suka
men-judge orang lain seperti itu. Sedih.
Karena,
ya siapa tahu kebahagiaan dia adalah saat bisa tampil oke di hadapan orang
lain? Itu kebahagiaannya, dan kita tidak berhak ikut campur.
Pokoknya
selama tidak merugikan sih, biarkan saja orang mau berbuat apa dengan uangnya.
Wong itu uang, uangnya sendiri kok.
Kalau
ada yang sukanya kulineran, ya biar saja, nggak perlu dijudge, “Orang kok cuma mentingin perut aja. Itu sih
bukan makan untuk hidup namanya, tapi hidup untuk makan...” Yaa kalau dia merasakan kebahagiaan dengan
icap-icip makanan, ya kenapa tidak sih?.
Kalau
ada yang sukanya jalan-jalan, ya biar sajalah selama mereka bahagia dengan
pilihannya itu.
Sekali
lagi kalau menurut saya sih, selama tidak merugikan orang lain, biar saja....
Teman
saya, si A, setelah beres mengisi pos-pos pengeluaran tiap bulan, maka sisa
uangnya akan dihabiskannya untuk berbelanja Tu*perw*re (kenapa harus
disensor-sensor ya? toh semua orang juga sudah tahu ini wkwkwk...). Dan dia
bahagia dengan koleksi tuppy-tuppy-nya itu. Suaminya bahagia melihat istrinya
bahagia. Jadinya keluarga mereka bahagia. Ada tetangga yang nyinyir melihat
‘keborosan’ si A? “ke laut aja deh sana” – begitu kira-kira tanggapan si A dan
suaminya. Tidak ada seorangpun yang berhak mengusik kebahagiaan mereka dengan
nyinyirannya.
Teman
saya yang lain, si B, mengalokasikan sisa uangnya untuk jajan make up. Untuk
orang-orang yang tidak suka make up, pasti akan geleng kepala melihat berapa
banyak uangnya yang sudah keluar untuk make up-make up-nya itu. Ya tapi itulah
yang membuatnya bahagia. Kalau ada yang nyindir dan nyinyir, lalu dia berhenti
belanja make up, lalu kebahagiaannya lenyap, situ mau tanggung jawab?
Teman
saya yang lain lagi, panggil saja C – biar urut, sukanya bela-beli buku. Toko buku
itu bagaikan surga baginya. Dan dia tidak peduli berapapun uang yang
dikeluarkan untuk buku-bukunya itu (ini maksudnya adalah uang yang tersisa
setelah sebelumnya di bagi-bagi dalam pos-pos pengeluaran lho ya). Dan dia
bahagia dengan itu. Jadi orang lain
tidak berhak ikut campur dan berkomentar tentang apa yang membuatnya bahagia.
Jadi
begitu ya. Sumber kebahagiaan setiap orang itu beda-beda. Kalau kita nyinyirin
orang yang ‘belanjaannya’ beda dengan kita,... lha, jangan-jangan mereka juga
sedang me-nyinyiri ‘belanjaan’ kita? Tuh kan, nggak enak banget kan dinyinyiri.
Makanya biar saja orang mau menghabiskan uang mereka buat apa, yang penting itu
bikin bahagia. Biar dunia ini damai dan nyaman kalau banyak orang yang bahagia
:D
Yang
penting mereka kan nggak ngutang sama kita :D nah kalau sampai ngutang sih itu
beda lagi ceritanya ya.....
dilema tentang uang, blognya bagus mba
BalasHapusberita sepak bola
Seandainya semua org punya pikran yg sama ya mba, bisa damaaaai negara ini :) . Aku juga tipe yg ga peduli orang lain mau ngapain, sepanjang itu ga merugikan aku, kenapa juga aku hrs ribut ato nyinyir. Kita bukan Tuhan. Kita ga tau apa yg ada di benak org lain. Kebahagiaan dia, pasti beda ama kebahagian kita. Orang lain lgs girang liat pantai, aku boro2, malah sakit begitu kena panas laut :p . Sayangnya, nth kenapa makin kesini, orang2 kok pd suka ikut campur. Merasa sarannya adalah saran yg paling benar :(
BalasHapusSelalu suka ma tulisan mb rita, uda aku masukin list bw wajib hihihi, penuh learning n pmikiran soalnya...
BalasHapusTupperwarenya isa ketebak ituuuu muehehe
Saya pun termasuk tipe yang sama sekali enggak peduli sama urusan orang lain. Apalagi masalah uang itu sensitif.
BalasHapusJadi daripada negatif thinking sama orang lain mendingan berdoa yang banyak biar uangnya bisa memberikan manfaat positif bagi kita saja hehehehe