Sang
penyimpan kenangan di rumah saya adalah Raki. Di tangannya, segala barang yang
memiliki kenangan (dan yang tidak) akan tersimpan dengan cukup apik, sepertinya
menurun dari saya sih
Dulu saya
pun suka menyimpan barang-barang tak berarti yang menurut saya memiliki sebuah
kenangan.
Hanya saja
semakin bertambahnya usia, saya sudah tidak terlalu mementingkan barang-barang
kenangan. Apalagi jika barang itu tidak bermanfaat dan hanya memenuhi tempat
saja, pasti akan saya buang atau diberikan kepada orang yang lebih membutuhkan.
Karena bagi saya sekarang, sebuah kenangan akan lebih abadi dengan cukup
menyimpannya di pikiran dan di hati.
Hobi Raki
menyimpan barang kenangan ini terkadang jadi menimbulkan konflik kecil dengan
Rafka. Semisal, Rafka lupa menyimpan gantungan kunci yang dibeli di Candi
Prambanan yang mengakibatkan Raki marah-marah dan berujung dengan ngambeknya
Rafka dan bertengkarnya mereka berdua.
Saya saja
pernah dibuat kesal saat tanpa sengaja Raki memecahkan gelas bertuliskan zodiak
papanya dan marah-marah sendiri sampai seharian. Padahal yang memecahkan kan
dia sendiri zzz....
Gelas itu
memang dulu saya beli sepasang dengan tulisan zodiak saya dan papanya, jadi
bagi Raki itu adalah barang kenangan. Padahal kalau beli lagi juga kan banyak
yaaa.. gelas dengan tulisan zodiak. Tapi kata Raki yang bentuknya persis
seperti itu mungkin sudah tidak ada. Ya memang benar sih, tapi lalu apa
masalahnya coba, duh rempong bener ya...
Kecintaan
Raki pada berbagai barang kenangan memang agak berlebihan dan jatuhnya jadi sering
membuat kami sebal, hahaha...
Saya jadi
sering cerewet menasehati Raki supaya jangan terlalu mencintai kenangan yang
berupa barang. Karena yang namanya barang itu pasti tidak abadi, bisa hilang
atau rusak. Dan kalau sebuah kenangan hanya bisa dirasakan melalui sebuah
barang, berarti kalau barangnya sudah tidak ada, kenangannya jadi pudar dong.
Sebuah
kenangan akan lebih abadi jika kita menyimpannya di hati, di pikiran. Maka dia
akan terus hidup selama kita hidup. Tidak peduli barang-barang yang
menyertainya sudah musnah, dia tidak akan pernah musnah, kecuali jika kita
memang melupakannya.
Dan lagi
jaman sekarang kan sudah begitu gampang cekrak-cekrek ya, jadi seharusnya Raki
tidak perlu terlalu menganggap gantungan kunci yang dibeli di Candi Prambanan
itu sebagai barang kenangan. Karena foto-foto yang di ambil di sana itu kan sudah
cukup mewakili kenangan tersebut, iyes to?
Bukannya
saya lalu tidak peduli dengan barang-barang kenangan yaa... selama barang itu
bermanfaat, tidak menuh-menuhin tempat, dan tidak bikin Raki dan Rafka
bertengkar, saya oke saja kok.
Sekarang
sih (sepertinya) Raki sudah jarang
ribut-ribut karena barang yang hilang atau rusak. Entah karena kata-kata saya
mengena di hatinya atau karena takut saya marahin
Hahaha....
Terima
kasih sudah membaca :D
Sama mbaaa, aku juga sekarang malah pingin seminimalis mungkin isi rumah, biar ga sumpek hihi
BalasHapusPadahal dulu abis jamannya jadi nganten, semua perintilan kayak bekas kotak seserahan aku simpen mikirnya buat kenang kenangan, e smakin lama barang smakin menumpuk huhu, dan terasa sesek
Saya juga suka menyimpan kenangan dalam bentuk foto, hehe...
BalasHapusKayaknya semua 80% emak2 zaman now itu suka kalau rumah lebih lapang dan ga kebanyakan barang terlebih yang unfaedah hahaha.
BalasHapusTapi emang anak2 suka nyimpan barang kenangan kayaknya ya. .
Anak saya juga.
Suka banget bikin rumah jadi kayak gudang hiks
keren artikelnya kak..
BalasHapusMayora Group