Dulu,
saya adalah penggila kerapihan.
Ketika
masih kecil, saya menata kamar dan lemari dengan begitu detail. Sampai-sampai
saya kepikiran untuk menyusun
baju-baju saya di lemari dalam urutan warna pelangi (Hanya kepikiran ya, karena
warna baju-baju saya tidak selengkap warna pelangi LOL).
Berkebalikan
dengan adik saya, dia itu kamarnya super duper berantakan. Barang apapun
tumplek blek di meja belajar dan kasurnya, sampai-sampai terkadang harus
menghebohkan seisi rumah hanya untuk mencari sebuah benda yang ternyata berada
di dasar tumpukan di kursi belajarnya.
Mbak yang
membantu di rumah pun sering bilang, “Mbak Rita kayaknya nanti kalau gede bakal
rapih banget pasti rumahnya, beda nih sama Adek kayaknya rumahnya bakalan
berantakan terus...”
Wkwkwk...
dan setelah dewasa rumah adik saya lumayan rapi juga kok ternyata... hehe...
:D
Jadi,
kenapa dulu itu saya dan adik sangat bertolak belakang dalam hal kerapihan? Ya
karena kami tidak sama. Kami adalah dua individu yang berbeda, hal-hal yang
membuat kami nyaman juga berbeda.
Saya
stress dan tidak bisa istirahat dengan santai ketika melihat kamar saya
berantakan, ketika melihat sesuatu yang tergeletak tidak pada tempatnya, ketika
pakaian tidak tertata sebagaimana maunya saya.
Supaya
bisa merasa santai dan nyaman, ya saya harus beres-beres. Sudah itu saja sih.
Jadi saya merapikam kamar semata-mata hanya demi kenyamanan saya.
Berbeda dengan
adik. Kadang saya iri padanya karena sepertinya hidupnya begitu mudah. Dia bisa
tertidur pulas di antara barang-barangnya yang berserakan di kasur tanpa sedikitpun
terganggu. Dia bisa membaca novel atau komik dengan nyaman ditemani
barang-barang yang menggunung di sekelilingnya. Dia bisa santai dalam kondisi
begitu, dan dia merasa nyaman.
Jadi, standar
kenyamanan kami berbeda. Dan mau tidak mau kami harus saling menghargai itu.
Sekarang
sih, saya sudah menurunkan standar kenyamanan saya. Saya tidak lagi serapi
dulu. Setelah menjadi seorang istri dan juga ibu, mulai banyak yang harus saya
urus dan pikirkan. Kerapian adalah nomor yang kesekian, yang penting anak-anak
sudah makan, piring dan baju sudah dicuci, baju seragam sudah disetrika, dan tagihan
listrik serta cicilan sudah dibayar.
Sekarang
otak saya seperti berlompatan kesana kemari memikirkan ini dan itu. Kalau masih
saja harus mikir rumah rapi jali seperti kamar saya dulu di rumah orang tua,
errrr.... lelah cynt...
Syukurlah
saya tetap merasa nyaman. Itu yang penting kan? Karena kalau tidak, mungkin
saya justru akan merasa stress sendiri.
Ketika
suatu saat anak-anak protes, “Ma.... kok ini berantakan sekali sih...” Maka
saya akan bilang, “Kalau kalian merasa tidak nyaman melihat itu berantakan, ya
sudah bereskan saja. Jangan suruh Mama yang bereskan, karena Mama sama sekali tidak
terganggu melihat itu berantakan...” *win...
Jadi
menurut saya sih, apapun yang sekiranya membuat kita nyaman, ya usahakan
sendiri. Jangan menyuruh orang lain apalagi sampai nyinyir, karena kemungkinan
yang kita anggap tidak nyaman itu sebenarnya nyaman-nyaman saja untuk orang
lain ya kan.
Bukan
masalah rumah rapi atau tidak saja sih sebenarnya, masih banyak lagi standar
kenyamanan yang berbeda-beda untuk setiap orang. Dulu saya pernah punya teman
yang jika berbicara suaranya sangat keras. Pertama saya kaget sih, dan setelah
jadi teman dekat saya baru berani menyarankan supaya dia menurunkan volume
suaranya. Tapi malah dia jadi merasa tidak nyaman karena menurut dia,
menurunkan volume suara itu sama saja dengan berbisik-bisik.
Jadi ya
sudah sih, kalau bersuara keras lebih membuatnya merasa nyaman, ya biarkan
saja. Siapa saya berani-beraninya merenggut kenyamanannya?
Tentang
make up dan no make up. Ada orang-orang yang tidak bisa keluar rumah tanpa make
up di wajahnya. Ya itu membuat mereka nyaman. Nggak bolehlah lalu ada orang
yang tidak suka make up komen, “Neng, mau belanja sayur apa mau kondangan...?”
Ada orang
yang sudah merasa cukup dengan hanya mengandalkan skincare, no make up. Dan
merasa cukup nyaman pergi ke mana-mana tanpa make up. Ya sudah, itu kenyamanannya.
Nggak boleh juga orang yang suka make up lalu komen “Dih pucet amat sih, nggak
tahu ya kalau di dunia ini ada benda yang bernama lipstik...?”
:)
Intinya,
marilah saling menghargai pilihan setiap orang. Pilihan yang pastinya membuat
orang tersebut merasa nyaman. Meski kadang seperti tak masuk akal dalam
pandangan kita.
:)
Selamat
hari Selasa, terima kasih sudah membaca ^_^
Betul mbak kadang kita kepo dan komen apa yang dipakai orang padahal lhoo orangnya nyaman aja
BalasHapusMbaaa sama ih, aku juga pas kuliah nata baju sesuai warna wkwk
BalasHapusAbis nikah pak su ga serapih aku punya style akhire standar kerapihanku takturunin dikit juga walo kdg masi sering inspeksi