Sejauh
yang saya ingat, saya pernah tinggal beberapa lama bersama ke-empat kakek nenek
(bapak dan ibu saya berasal dari satu desa yang sama), tapi itu sudah lama sekali,
saat masih balita. Dan kenangan-kenangan tentang itu hanya teringat
sepotong-sepotong saja.
Menjelang
masuk TK, orang tua memboyong saya ke Magelang, kota yang hanya berjarak 1-2
jam saja dari Purworejo. Dan sejak itu, saya hanya mengunjungi Purworejo ketika
liburan sekolah atau saat hari Minggu (tapi tidak setiap minggu).
Seiring
pertambahan usia, saya jadi lebih mencintai Magelang dari pada Purworejo. Saya
lebih merasa sebagai orang Magelang padahal nenek moyang saya berasal dari
Purworejo. Teman-teman dan sahabat saya lebih banyak di Magelang dari pada di
Purworejo.
Ketika
akhirnya saya pergi, saya selalu menganggap bahwa mudik itu ya ke Magelang,
bukan Purworejo. Ya sebenarnya menurut saya sih wajar karena orang tua saya kan
di Magelang.
Sampai
takdir kehidupan membawa saya kembali ke Purworejo.
Awal-awalnya
saya merasa asing seperti tidak pernah mengenal Purworejo saja. Sedikit
kehangatan baru akan menyusup saat berkunjung ke desa nenek. Desa tempat saya
pernah tinggal sebelum diboyong pergi oleh orang tua.
Beberapa
saat setelah pindah ke Purworejo saya masih merasakan kegamangan yang aneh.
Perasaan asing dan tidak betah. Sampai saya melihat Raki, anak sulung saya,
yang begitu antusias mengeksplorasi kota ini.
Hmmm...
saya jadi berfikir. Bagi Raki, Purworejo tentu jauh lebih asing. Tapi dia bisa
bersemangat karena memang menyukai hal-hal baru dalam hidupnya. Nah, kenapa
saya tidak menirunya saja? Kalau saya menikmati setiap episode dalam kehidupan,
maka semua pasti akan terasa lebih ringan.
sekarang tinggal di Purworejo, Mbak? :)
BalasHapusiya, kalau kata orang: balik kandang. hihihi...
Hapusmantap mba..
BalasHapusMobil Katana OLX