Translate

Selasa, 01 Oktober 2019

Saat Ibu Lengah Menjaga Anak

gambar dari Pixabay

Beberapa waktu lalu, sebuah keluarga kecil datang ke warung mungil saya untuk membeli sesuatu. Terdiri dari sepasang ayah dan ibu muda, dan dua orang anak yang sungguh lucu imut menggemaskan.

Si kakak, perempuan, saya perkirakan berumur 3 tahunan. Cantik dan lucu. Sedangkan si adik, laki-laki, kurang lebih 1 tahunan. Sepertinya sedang senang-senangnya berjalan mondar-mandir ke sana kemari.
Semua berjalan biasa-biasa saja awalnya. Si Kakak duduk di anak tangga depan warung (posisi warung saya lebih tinggi dari halaman, jadi ada dua anak tangga di situ).
Si adik tampak senang naik turun tangga bolak-balik dengan si ibu yang mengawasi di dekatnya. Sedangkan ayah berjalan menuju motor untuk menaruh belanjaan.
Saya sudah tidak memperhatikan lagi karena harus melayani pembeli lain, ketika tiba-tiba terdengar tangisan keras si adik dan posisinya sudah terjatuh di halaman dekat anak tangga terbawah. Menurut salah satu pengunjung warung, saat itu si ibu sedang sedikit lengah memandang ke arah lain sehingga tidak menyadari saat si adik salah melangkah dan terjatuh.
Sampai sini kedengarannya masih biasa saja kan ya...
Menurut saya sih biasa banget jika sesekali seorang ibu sedikit lengah dan anak yang sedang aktif-aktifnya terjatuh. Dua anak saya juga sudah tak terhitung berapa kali jatuh bangun akibat kelengahan saya. Si Kakak bahkan pernah nyebur di got bersama mobil-mobilan yang dinaikinya gara-gara saya terlalu sibuk melayani pembeli sampai lupa memperhatikannya.

Nah yang membuat saya terkaget-kaget sampai sedih lalu kepikiran adalah, saat si ibu tiba-tiba membentak-bentak si kakak perempuan yang sedari tadi duduk manis di tangga tanpa sedikitpun menyentuh adiknya.
Agak sedikit kasar sih di telinga saya. Ada kata-kata: “Hey, bocah....” sambil menunjuk muka si kakak yang tampak ketakutan. Dan panggilan ‘elu’ yang menurut saya kurang pantas diucapkan kepada anak kecil. Maksud saya.... keluarga itu bukan keluarga Betawi ya.... dan panggilan ‘lu’ itu diucapkan dengan nada kasar penuh kemarahan.
Beda dengan Enyak di SDAS, yang meskipun ber-elu-elu, tapi diucapkan dengan penuh kelembutan dan kasih sayang.

Intinya adalah, si ibu menuduh bahwa si kakaklah yang mendorong adiknya hingga terjatuh. Si kakak hanya diam saja sambil menunduk ketakutan.
Pengunjung warung yang lain mengatakan pada si ibu bahwa si kakak dari tadi diam saja tidak menyentuh adiknya, si adik terjatuh sendiri karena keseimbangan tubuhnya memang belum sempurna.
Tapi si ibu tetap teguh dengan pendiriannya bahwa si kakak telah mendorong adiknya. Keluarga itu kemudian pergi dengan kondisi sang ibu yang masih membawa sisa-sisa amarah kepada anak perempuannya.

Sebenarnya saya tahu persis dengan apa yang dirasakan oleh ibu muda itu.
Mungkin sebenarnya dia juga tahu bahwa si kakak tidak bersalah. Dia tahu bahwa dialah yang memang sedang lengah. Tapi dia tidak mau orang-orang menganggapnya bersalah.
Ya saya kan juga pernah berada di posisi dia... punya anak yang sedang aktif-aktifnya, yang kalau kita lengah sedikit saja dan terjadi sesuatu terhadap anak maka seakan seluruh dunia akan men-judge kita sebagai ibu yang tidak becus menjaga anak.
Mereka seolah menutup mata bahwa hampir seluruh waktu kita terkuras untuk mengawasi anak, dan saat kita lengah sedikit saja dan ‘ndilalahnya’ anak terjatuh atau terantuk sesuatu, mereka akan langsung bilang, “haduuhh... ini ibunya ngapain aja sih... punya anak kok nggak diawasi,”

See...?
Saya rasa si ibu muda di warung saya itu HANYA takut di judge. Mengingat situasi dan kondisi saat itu cukup ramai dan banyak orang. Dia takut dianggap lengah, makanya dia sengaja menimpakan kesalahan kepada anak pertamanya yang dia tahu pasti tidak akan melawan atau membantahnya.
Saya kasihan kepada si kakak. Dan saya juga kasihan terhadap si ibu.

Dari sini saja sudah terlihat kan, bahwa saat seorang ibu seringkali di-judge oleh sekitar karena sedikit kesalahan saat mengasuh anak, maka itu tidak saja berimbas terhadap dirinya sendiri, tapi juga kepada keluarga. Di kasus yang saya ceritakan di atas, kepada anak pertamanya.
Yuk ah, berhenti mengatakan seorang ibu tidak becus hanya karena ada beberapa bekas luka di tubuh anaknya, atau hanya karena anaknya terserang bapil setelah minum es sehari sebelumnya.
Supaya saat dia lengah di tengah keramaian seperti ibu muda yang saya ceritakan di atas, dia tidak akan pernah berpikir untuk menimpakan kesalahan kepada orang lain. Supaya dia mengakui kelalaiannya dengan legowo. Tanpa takut di-judge oleh orang lain.

2 komentar:

  1. Parent Shaming begitu ya jadinya. ketika ngelihat orang itu sperti melihat kaca.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Rasanya hampir semua ortu muda pernah melakukan kelengahan dalam menjaga anak. Termasuk ortu2 jaman dulu.

      Hapus