Beberapa
waktu lalu sempat terlibat pembicaraan dengan seorang teman yang mengeluhkan
tentang anaknya yang setiap kali meminta sesuatu harus selalu dituruti. Kalau
tidak, maka si anak akan ngambek, marah, nangis, dan bikin pusing orang tuanya.
Masalahnya adalah, tidak semua hal yang dia minta itu harganya sesuai dengan
budget yang dimiliki oleh orang tua. Tapi anak tidak mau tahu dan terus
meminta.
Sebagian
orang mungkin akan mudah saja mengatakan: ya jangan diturutin-lah.... biar saja
anaknya nangis atau ngambek. Jadi orang tua jangan lemah di hadapan anak, nanti
anak akan ngelunjak.
Yups, saya
juga awalnya hampir saja berkata begitu. Tapi lalu teringat bahwa ketika dulu
saya pun mengalami hal yang sama, sebenarnya tidak semudah itu juga.
Berbagai
masalah dalam hidup yang membebani kepala rasanya bertambah berat saja ketika
mendengar anak rewel dan berulang-ulang mengatakan hal yang sama dengan nada
yang tidak enak didengar. Kalau sudah begitu ya (rasanya) solusi satu-satunya
adalah membelikan apa yang si anak mau. Biar diam. Biar mama tidak stress. Biar
dunia aman dan tentram.
Bedanya
adalah, saya hanya sesekali saja mengalami hal seperti itu, dan itupun dulu.
Duluuu... sekali. Sekarang sudah tidak pernah lagi. Sementara teman yang curhat
di atas itu masih mengalami hal itu sampai sekarang.
Apa anak-anak
saya sudah tidak pernah lagi minta apa-apa? Hehe... ya namanya anak-anak ya,
pasti ada saja yang dipengenin. Lihat
temannya punya ini, pengen. Temannya
punya itu, pengen juga. Nah tinggal
kita sebagai orang tua pandai-pandai mengarahkan anak, mana keinginan yang bisa
dituruti dan mana yang tidak.
Kemarin
saya menceritakan cara saya kepada teman yang curhat itu, dan sepertinya dia
tertarik untuk mencoba. Jadi saya tulis saja sekalian di sini barangkali ada
yang bisa menerapkan cara ini juga. Tentu cara saya ini belum tentu cocok
dengan orang lain ya... karena kondisi setiap keluarga kan berbeda-beda dan
sifat anak berbeda-beda pula. Jadi sekali lagi ini belum tentu bisa diterapkan
di setiap keluarga. Saya sekedar berbagi cerita saja siapa tahu ada yang bisa
mengikuti cara saya.
Jadi, sejak
beberapa tahun yang lalu, saya dan suami mulai mengajak anak-anak untuk ikut
terlibat dalam keuangan keluarga. Ini di mulai dari si Kakak yang ketika itu masih
duduk di kelas 4 SD. Rafka yang mengidolakan kakaknya perlahan tapi pasti
mengikuti apa yang dilakukan si Kakak.
Langkah-langkah
saya dan suami supaya anak mengerti kondisi keuangan orang tua antara lain
adalah:
1. Saya dan
suami tidak pernah menutup-nutupi berapa penghasilan kami kepada anak-anak. Dan
kami tidak pernah bilang: uang mama atau uang papa, melainkan: uang kita.
2. Semua
tabungan, pos-pos pengeluaran, dan perencanaan selalu kami jembreng di depan
anak-anak. Se-transparant mungkin. Anak jadi paham, oh uangnya ditabung untuk
keperluan sekolah. Oh yang itu ditabung untuk jaga-jaga kalau sakit. Oh jadi
sisanya tinggal segini. Begitu... Nah,
sisanya ini kami masukkan ke wadah sendiri dan kami beri nama UANG KITA.
3. Yang ini
kami tidak merencanakan sebetulnya. Tapi tiba-tiba terjadi saja. Mungkin karena
kami menerapkan konsep UANG KITA
tadi. Jadi kalau anak-anak dapat sangu
dari Eyang misalnya, pasti akan langsung diserahkan ke saya. Begitupun saat
dapat uang lebaran, dan sunatan si Kakak, diserahkan ke saya juga. Jadi
masuknya ke kas keluarga. Kas UANG KITA.
Jadi ibaratnya kami ini saling bahu membahu. Mama papa kerja keras cari uang
dan uangnya masuk ke kas UANG KITA (setelah dipotong bayar cicilan, listrik,
endebrei-endebrei tentu saja). Anak-anak juga kalau dapat uang dari Eyang,
Bude, Pakde, Om, Tante... uangnya juga masuk ke kas UANG KITA. Dan itu ada
catatannya, uang masuk berapa, pengeluaran berapa... kami jembreng semua. Jadi
ketika anak meminta sesuatu, biasanya saya akan bilang: yuk lihat uang kita,
cukup nggak?
Nah, dengan cara-cara di atas, Alhamdulillah sih anak-anak saya
jadi nggak gampang minta-minta yang macem-macem.
Kemarin saja Rafka mau minta satu set perlengkapan mewarnai yang
harganya agak mahal, padahal sudah mau saya belikan, tapi tiba-tiba dia cancel
sendiri. Katanya, “Mahal ah, sayang uang kita nanti habis...”
So sweet banget ya? wkwkwk......
Tapi karena dia sepertinya mikirin barang itu terus, akhirnya
saya belikan juga sih nggak tega huu huu.....
Pasti ada yang berpikir bahwa ini tidak adil :D
Karena kan anak-anak itu kalau memasukkan uang ke kas UANG KITA
kan jumlahnya selalu sama ya, karena kalau dapat sangu dari keluarga atau
kerabat kan pasti jumlahnya sama (kecuali pas Kakak sunatan, yang dapat cuma
Kakak saja).
Tapi barang yang dibeli anak-anak harganya tidak sama bahkan
terkadang njomplang.
Nah di sini saya juga sekalian saja mengajarkan arti
kebersamaan, bertoleransi, saling mengalah, dan saling memberi.
Ya Alhamdulillah sih mereka tidak saling iri. Saat saya
membelikan Rafka perlengkapan mewarnai yang mahal dan Kakak tidak dibelikan
apa-apa, Kakak tidak iri. Pun ketika di lain waktu si Kakak membeli buku yang
mahal dan Rafka tidak dapat apa-apa, ya tidak iri juga.
Saya juga mengajarkan tentang prioritas. Mana yang harus dibeli
duluan dan mana yang bisa ditunda.
Kalau dua-duanya sedang menginginkan sesuatu yang harganya
sama-sama mahal, saya akan meminta mereka untuk berunding dan memutuskan, siapa
yang akan beli duluan.
Nah yang kebagian beli belakangan ya harus sabar menunggu sampai
UANG KITA kembali terkumpul untuk membeli barang yang dia inginkan.
Jangan salah ya... pada awalnya ini sangat tidak mudah. Penuh
konflik, penuh drama :D
Ya pandai-pandainya kita sajalah menabah-nabahkan diri. Nanti
lama-lama juga mereka akan terbiasa. Terbiasa mengelola emosi, terbiasa
mengelola keinginan-keinginan hati.
Kalau temans, ada cara lain untuk mengajari anak mengelola
keinginan? Sharing yuk
sangat penting memang pilihan anak.
BalasHapussusu kental manis
Kebetulan F1 dan F2 anaknya cuma sok sok mintanya, jadi dituruti saja. Kalau sekarang malah gampang lagi, asal jangan diajak ke pasar sapi dan kambing pasti aman. Kalau ke pasar sapi terus minta sapi, terus mboknya kudu piye?
BalasHapusHehehe sama kayak anak saya mba, meskipun kadang sedih gitu kalau nolak keinginannya.
BalasHapusParahnya lagi, emaknya kadang ga tegaan.
Misal anak minta sesuatu, awalnya emaknya larang, setelah anak gak minta lagi, lah emaknya malah beliin.
Bener2 labil hahaha