Dulu,
saya begitu akrab dengan yang namanya oleh-oleh. Keluarga saya sering mendapat
berbagai macam oleh-oleh dari sanak kerabat yang datang berkunjung, atau teman
dan tetangga yang baru saja pulang dari bepergian.
Begitupun
keluarga saya selalu rajin membelikan oleh-oleh untuk mereka. Keluar masuk toko
oleh-oleh seakan sudah menjadi bagian dari hidup saya saking seringnya diajak
orang tua membeli oleh-oleh.
Beberapa
saat sesudah menikah, saya pernah mengunjungi seorang kerabat hanya bersama
suami saja, dan saya lupa mampir ke toko oleh-oleh. Ketika Ibu saya mengetahui
hal ini, saya diomelin habis-habisan,
hahaha......
Sejak
saat itu saya selalu mengingatkan diri sendiri untuk membeli oleh-oleh setiap
akan datang berkunjung ke rumah sanak kerabat.
Suatu
ketika, keluarga kecil saya sempat diguncang badai kehidupan yang membuat
perekonomian kami berada pada titik ter-rendah. Saat itu, jangankan memikirkan
oleh-oleh untuk handai taulan, memikirkan biaya sekolah anak saja rasanya
pusing tujuh keliling.
Dan
di masa-masa itu, saya mengambil sebuah keputusan konyol, yaitu menghentikan
kunjungan silaturahmi kepada sanak famili sampai batas waktu yang tidak
ditentukan, dari pada datang dalam keadaan tangan kosong tanpa membawa
oleh-oleh.
Sekarang,
kalau ingat masa-masa itu, saya jadi sering malu sendiri. Betapa piciknya saya
yang menyangka bahwa hubungan silaturahmi kami hanya sebatas oleh-oleh saja.
Karena jikapun saya datang tanpa oleh-oleh, sanak kerabat yang memang tahu akan
kondisi keluarga saya saat itu pasti tidak akan keberatan.
Sayangnya,
sekarang saya juga seringkali menemui beberapa orang yang melakukan hal yang
sama seperti saya dulu, ‘memutus’ silaturahmi hanya karena tidak punya cukup
uang untuk membeli oleh-oleh.
Jadi
sedih ya? Sebenarnya mana yang lebih penting? Silaturahminya atau oleh-olehnya?
Budaya
oleh-oleh ini sepertinya sekarang sudah menjadi seperti kewajiban, yang
(sayangnya) terkadang memberatkan.
Kalau
sekarang saya sudah tidak terlalu memaksakan diri sih, untuk membawa oleh-oleh.
Biarlah para sesepuh tetap bertahan dengan oleh-oleh, tapi kalau bisa mulai
dari generasi saya ke bawah, tidak usah terlalu pusing memikirkan oleh-oleh.
Tidak usah menempatkan oleh-oleh di urutan teratas, kalau bisa ya silahkan,
tapi kalau sedang repot ya tidak usah dipaksakan.
Karena
menurut saya sangat menyedihkan jika sebuah tali silaturahmi sampai terputus
hanya karena oleh-oleh yang belum sempat terbeli.
Bener banget mba, kadang ada rasa malu mengunjungi keluarga tapi nggak bawain apa-apa. Padahal silahturahmi itu lebih penting dan membuka rejeki ya.
BalasHapusSekarang sy tdk terlalu memaksakan diri bawa oleh2 mbak. Ya paling nanti basa basi #duh maaf gak bawa apa2 nih" begicu, hihi... biasanya tuan rumah juga tdk terlalu mempermasalahkan sih kita bawa oleh2 atau tidak (atau jangan2 iya?🤔) malah kadang pas mau pulang justru kita yg dikasih oleh2 sama mereka
Hapusdua-duanya penting mba, tapi ga datang ga enak ga bawa oleh oleh ga enak juga.. serba salah juga yaa mba.. hehehe...
BalasHapusPendapatan Mayora