Kamis, 06 Desember 2018

Setulusnya Cinta


Saya pernah menyaksikan sebuah hubungan yang unik antara seorang ayah dengan anak perempuannya. Di mana sang ayah memiliki watak yang cukup keras, yang kebetulan menurun kepada anak perempuannya.

Alhasil, hubungan keduanya seringkali terasa kaku dan tegang. Si  anak enggan berbincang tentang kehidupannya, menceritakan susah senangnya, dan ayah pun enggan untuk bertanya-tanya.
Komunikasi mereka tidak intens, cenderung saling tertutup. Cenderung saling menghindar, merasa tidak nyaman berada di tempat yang sama dalam jangka waktu lama karena yang tercipta hanya kebisuan semata.
Ketika si anak berbuat salah, terkadang ayahnya menegur dengan terlalu keras, membuat si anak sedih dan merasa tertekan.
Orang yang melihat pasti akan menyangka bahwa tidak ada kasih sayang di antara mereka.
Dan ternyata itu salah saudara-saudara...
Karena di balik sikap keras dan pendiamnya sang ayah, ternyata dia bekerja cukup keras mencari uang supaya bisa memenuhi segala kebutuhan dan keinginan anak perempuannya yang memiliki watak sama kerasnya dengan dirinya.
Apapun yang anaknya pinta, pasti akan sebisa mungkin dipenuhinya. Dialah yang akan selalu siap membantu ketika sang anak sedang dihampiri masalah, dan orang yang paling berduka ketika si anak tidak bahagia.
Yups, di balik sifat keras dan pendiamnya, dia menyimpan cinta yang tak terbatas dalamnya.
Sementara si anak, meski sering kali merasa tak nyaman jika harus berlama-lama bersama ayahnya, namun rupanya dia juga berjuang keras mewujudkan apa yang diharapkan sang ayah dari dirinya. Dalam diamnya, tak putus doa yang terpanjat untuk kesehatan dan kebahagiaan ayahnya. Dalam sikap acuh tak acuhnya, dia berjuang sekuat tenaga untuk menjadi seperti yang diinginkan ayahnya.

Saya tidak mengerti apakah harus ikut merasa sedih atau bahagia melihat hubungan ayah-anak yang bagi saya cukup membingungkan itu.
Tapi satu yang saya tangkap, bahwa cinta itu rupanya tidak melulu harus ditunjukkan dengan berbagai luapan ungkapan.
Cinta juga bisa terjalin dalam diam, dalam kebisuan.
Saya yakin sih, ayah dan anak itu merasakan bahwa sesungguhnya mereka saling menyayangi. Ketika mereka berjuang untuk saling membahagiakan satu sama lain, ketika itulah sesungguhnya komunikasi antara mereka sedang terjalin.
Yups...,  Komunikasi dalam diam, kasih dalam diam.
Setulusnya cinta yang tidak semua orang bisa melihat. Setulusnya cinta yang hanya bisa dirasa. Tanpa ungkapan maupun kata-kata.
Jadi, mungkin jangan langsung men-judge ketika melihat hubungan antar manusia yang terlihat dingin dan kaku. Karena bisa jadi, mereka seperti sepasang ayah dan anak yang saya ceritakan di atas. Bisa jadi, cinta mereka berjalan sempurna meski dalam diam dan kebisuan ^_^

Selamat menebarkan cinta... terima kasih sudah membaca ^_^

5 komentar:

  1. Biasanya memang ada tipe ayah yang kurang bisa mengekspresikan mb rit, tapi ternyata dalamnya luar biasa sayang ke putrinya, bahkan galak ma cowok cowok yang ngedeketin putrinya, takut putrinya diapa apain hiks hahhahah
    Klo hub aku ma ayahku juga mandan ga seluwes nek aku crita crita ma ibuk, cuma ya tetep bapak orange peyayang ning ditunjukkan dengan cara lain. Yang lebih akreb ma bapak itu mbak, mungkin karena aku ma mbak jarake deketan kayak kembar, jadi pas mbak bayi, langsung ditackle banyak ma bapak, sementara aku banyak dipegang ibuk

    BalasHapus
  2. Bagaimanapun sifatnya, kurasa gak ada seorangpun bapak yg gak sayang sama anaknya. Dan rata2 emang para bapak itu galak ya? Wkwkwk terutama kalau punya anak gadis😁

    BalasHapus
  3. Wah, cerita di atas beda banget dengan Faiq dan Ayahnya. Faiq, meskipun sering "anyel" tapi kalau dengan Ayahnya juga sering curhat. Ayahnya meski kelihatan galak, tetap saja berkomunikasi. Apalagi kalau kami pas ke Yogya, pasti tidak akan melewatkan waktu hanya dengan diam membisu. Kami komunikasi dengan baik. (Faiq, yang cewek)

    BalasHapus
  4. Sama kayak bapak saya, beliau keras banget mendidik saya hiks.
    Akhirnya saya jauh dari beliau, padahal bapak sayang banget ama saya, segala hal dilakukan demi saya, tapi saya sulit membalas cintanya karena sejak kecil selalu jauh.

    Sama juga. saya keras banget ama suami, mencintai beliau dengan keras, demi beliau jadi pribadi yang lebih baik lagi.
    Hiks pola didik bapak menurun pada saya, makanya saya selalu menghabiskan waktu membaca hal2 tentang psikolog agar bisa berdamai dengan masa lalu, dan tidak mengulang hal2 baik namun salah langkah di masa lalu :)

    BalasHapus
  5. Jadi keinget sama ibukku. Justru, ibu sosok yang paling keras mendidikku selama ini. Sampai, pernah merasa trauma dan takut akan menjadi wanita yang keras pada anakku. Aku pun saat ini sedang belajar untuk keluar dari lingkaran agar tak mendidik dengan begitu kerasnya

    BalasHapus