Saya
pernah beberapa kali terkaget-kaget ketika melihat dan mendengar beberapa orang
anak sebaya Raki bahkan ada juga yang lebih muda, mengeluarkan berbagai makian
dan kata-kata kasar. Terkadang mereka bukan sedang marah atau dalam kondisi
bertengkar, melainkan hanya mengobrol biasa atau sedang bercanda, kata-kata
makian yang bagi saya cukup kasar itu bisa terlontar dari mulut mereka kapan
saja.
Dulu,
ketika baru pindah rumah, ada seorang anak yang yang cukup aktif mengajak Raki
pergi ke masjid setiap Maghrib untuk belajar mengaji. Kami cukup senang karena
Raki mendapatkan teman baru yang bisa mengajaknya melakukan hal positif.
Dan
tidak terkatakan betapa kagetnya kami saat mendengar kabar bahwa teman tersebut
mencuri di sebuah toko kelontong. Dan disusul dengan kejadian-kejadian berikutnya
seperti anak tersebut dipanggil ke kantor kepala sekolah karena ketahuan
merokok. Beberapa tetangga juga menyarankan untuk selalu mengawasi ketika anak
tersebut sedang bermain ke rumah karena banyak yang mengatakan bahwa mereka
kehilangan uang atau barang saat anak itu bermain di dalam rumah.
Dan
saya sendiri juga mulai menyadari salah satu ‘keanehan’ anak ini saat dia
membeli sesuatu di warung mungil saya, dia selalu memberikan uangnya dengan
cara kasar (menurut saya). Bukan diberikan dengan sopan seperti anak-anak lain,
melainkan dilempar begitu saja di atas etalase. Awalnya ini membuat saya cukup
terperanjat, tapi lama-kelamaan saya justru mulai terbiasa (?).
Kenapa
saya bilang segala perilakunya itu adalah sebuah ‘keanehan’? ya karena anak ini
saya perhatikan masih saja pergi mengaji setiap maghrib di masjid, Raki sendiri sudah pindah ke tempat mengaji yang lain.
Jadi
apa yang salah dengan anak ini? Entahlah, saya tidak tahu pasti karena saya
juga tidak terlalu mengenal keluarganya secara dekat.
Yang
kemudian saya pahami adalah, tidak akan cukup jika saya hanya menyuruh Raki dan
Rafka belajar mengaji, sholat 5 waktu, membayar zakat, dan berpuasa baik di
bulan Ramadhan maupun sunah. Tapi lebih dari itu, saya perlu menanamkan
nilai-nilai, norma-norma baik, serta mengasah kepekaan batin dan jiwa mereka
dalam berinteraksi dengan masyarakat.
Mengajarkan
untuk bersikap santun kepada yang lebih tua, menyayangi dan menghargai sesama, memahami
mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Jadi
kalau menurut saya, pendidikan agama itu bukan hanya sebatas mengajarkan
ritual-ritual ibadah tetapi jauh lebih dalam dan luas. Menanamkan bahwa agama
itu mengajarkan kebaikan, kesantunan, dan kasih sayang.
Yang
terlihat oleh saya saat ini (paling tidak sebatas di lingkungan terdekat saya),
pendidikan agama hanya diajarkan di permukaan saja. Anak-anak hanya belajar
sholat dan mengaji. Sudah itu saja. Dan mereka kurang mendapatkan pemahaman
agama secara jauh lebih mendalam. Mereka (mungkin) tidak tahu bahwa agama bukan
hanya memerintahkan untuk sholat dan mengaji, tapi juga memerintahkan untuk
berbuat baik kepada sesama, bersikap santun, dan menjauhi perbuatan-perbuatan buruk.
Raki
bahkan sering bercerita bahwa ketika sholat Jum’at, teman-temannya kebanyakan
lebih memilih barisan paling belakang supaya bisa bercanda-canda saat sedang
sholat. Saya cukup terkejut mendengarnya karena, usia mereka sekitar 11-12
tahun. Di usia segitu seharusnya sudah tidak lagi bercanda saat sholat kan?
Kalau teman-teman Rafka yang begitu mungkin saya masih bisa memahami. Tapi ini
teman-teman Raki......
Jadi,
PR untuk orang tua ternyata masih begitu berat ya, jangan sampai anak-anak kita
hanya sekedar hapal tentang ilmu agama, tetapi tidak bisa menerapkannya dalam
kehidupan nyata.
Untuk
saat ini, yang bisa saya lakukan hanyalah membekali Raki dan Rafka dengan
menjejali mereka dengan norma-norma kebaikan dan kebajikan sebanyak yang saya
bisa. Untuk melawan berbagai pengaruh buruk yang mereka dapatkan dari luar
rumah.
Karena
seorang kawan pernah berkata, jika sebuah gelas yang berisi air jernih kemudian
dituangi dengan air kopi yang hitam, namun kita terus dan terus saja melawannya
dengan air jernih, maka kopi yang hitam itu sedikit demi sedikit akan keluar
juga dari gelas sehingga gelas itu kembali hanya terisi dengan air jernih.
Karena
berbagai keterbatasan, untuk saat ini saya hanya bisa berbuat untuk anak-anak
saya sendiri. Sambil mendoakan anak-anak lain semoga pada akhirnya mereka
mendapatkan bimbingan yang seharusnya.
berusaha mengajarkan agama secara jauh lebih mendalam ^_^ |
Memang iya, sih. Mengajarkan agama kepada anak harus terus-menerus dan konsisten
BalasHapusBener bgt deh ini tulisannya mba..saya setuju sama pandangan mba..lagipula, agama memang hal paling basic yg hrs ditanamkan
BalasHapusya pantesan kaget mbak, anak kecil kok sedikit kasar gitu ya. memang seharusnya sebelum mengajarkan norma - norma kepada anak, sepantasnya kita yang jadi teladan bagi mereka terlebih dahulu, karena anak kecil sering mencontoh perbuatan orang - orang di sekitar :)
BalasHapusMemang kebanyakan org tua hanya mengajarkan kulit luar nya aja ya mbak.
BalasHapusDi sekolah juga hanya sedikit yang diajarkan.
Padahal sangat bermanfaat ilmu agama yg diajarkan secara total.
Mengajarkan agama berarti mengajarkan akhlak, etika, pandangan hidup... Jadi bukan hanya ritual saja ya mba tapi yang terpenting aplikasi dalam kehidupan sehari-harinya :D
BalasHapusKadang saya sedih kalau alasan menyekolahkan anak ke boarding school krn si ortu merasa tidak punya waktu mengawasi krn sibuk. Padahal tak semua boarding school baik meski mahal, banyak yg ngegeng juga. Jika alasannya agar agama si anak lebih baik dari ortunya, tentu dia akan mencari boarding school dengan kriteria berbeda.
BalasHapusReminder yang bagus banget nih mak untuk aku sendiri yang juga seorang ibu.. Norma-norma dalam agama meliputi sopan santun kepada orangtua, memanag juga harus diajarkan berbarengan dengan kewajiban-kewajiban kita sebagai seorang muslim yaaaa..
BalasHapusperlu teladan dari orang tua, ya mbak Rita
BalasHapuswah, tulisannya sanggat bermanfaat mba..
BalasHapusbahaya rokok
Thank you, friend! I got A for this essay! I really appreciate that! I will undoubtedly choose you for my paper next time! Best regards. 192.168.l.254
BalasHapus